Senin 04 May 2020 13:43 WIB

Harga Gabah Anjlok, Nilai Tukar Petani Kembali Turun

Di tengah penurunan harga saat ini, kelancaran distribusi tetap harus dijaga

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Hiru Muhammad
Buruh mengumpulkan gabah yang baru dipanen di persawahan Blimbingsari, Banyuwangi, Sabtu (2/5/2020). Petani menyayangkan penurunan harga gabah dari sebelumnya Rp4.903 per kilogram menjadi Rp 4 ribu perkilogram
Foto: ANTARA/BUDI CANDRA SETYA
Buruh mengumpulkan gabah yang baru dipanen di persawahan Blimbingsari, Banyuwangi, Sabtu (2/5/2020). Petani menyayangkan penurunan harga gabah dari sebelumnya Rp4.903 per kilogram menjadi Rp 4 ribu perkilogram

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pergerakan harga gabah kering panen (GKP) di petani anjlok hingga 6,82 persen sepanjang April 2020. Penurunan tersebut melanjutkan turunnya harga GKP pada Maret 2020 yang sebesar 4,64 persen.

Kepala BPS Suhariyanto, menyatakan, dari penurunan tersebut, harga GKP di tingkat petani rata-rata dihargai Rp 4 ribu per kilogram (kg), turun dari bulan sebelumnya yang sebesar Rp 4.903 per kg.

Penurunan yang sama juga terjadi di tingkat penggilingan. Harga GKP di penggilingan pada April 2020 turun 6,73 persen menjadi Rp 4.692 per kg dari bulan sebelumnya Rp 5.030 per kg.  

"Masih terdapat panen raya padi di beberapa tempat sehingga harga gabah dari petani turun," kata Suhariyanto dalam konferensi pers virtual, Senin (4/5).

Ia menyampaikan, dengan turunnya harga gabah, secara langsung berdampak kepada pergerakan harga beras. BPS mencatat, di tingkat penggilingan, beras kualitas premium turun 0,64 persen menjadi Rp 10.018 per kg. Adapun kualitas medium turun 1,58 persen menjadi Rp 9.671 per kg serta beras di luar kualitas turun 0,59 persen menjadi Rp 8.989 per kg.

Turunnya harga gabah dalam masa panen selama April 2020 berbanding lurus dengan penurunan nilai tukar petani (NTP). Suhariyanto memaparkan, NTP sepanjang bulan April 2020 turun 1,73 persen menjadi 100,32. Penurunan terjadi di seluruh sub sektor usaha pertanian. Sementara nilai tukar usaha pertanian (NTUP) juga ikut menurun 1,72 persen menjadi 101,13.  

Baik NTP maupun NTUP, melanjutkan tren penurunan yang terjadi sejak bulan Februari 2020. "Nilai di semua sub sektor turun cukup dalam. Penyebabnya karena indeks harga yang diterima petani turun, sedangkan indeks harga yang dibayarkan petani mengalami kenaikan. Ini kembali karena sedang memasuki panen raya," ujarnya.

Pihaknya  mengingatkan pemerintah di tengah penurunan harga saat ini, kelancaran distribusi tetap harus dijaga dari daerah sentra produksi ke non sentra produksi. Ia mencontohkan, provinsi sentra produksi yang tengah mengalami surplus beras yakni Sulawesi Selatan, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sumatera Selatan.

"Kalau kita jaga kelancaran distribusi ini, harga akan terus stabil dan tidak menimbulkan inflasi," ujarnya. 

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement