REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) menyebut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak serius menangkap mantan sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi (NHD). Nurhadi merupakan tersangka kasus suap dan gratifikasi perkara di MA pada tahun 2011-2016 yang telah ditetapkan dalam daftar pencarian orang (DPO) sejak 11 Februari 2020.
"Nurhadi belum tertangkap karena KPK tidak serius untuk menangkapnya. Sebenarnya KPK sudah tahu keberadaannya, namun tidak berani menangkap Nurhadi," ujar Koordinator MAKI Boyamin Saiman, Senin (4/5).
Berdasarkan sumber dari informan, menurut dia, tersangka Nurhadi tinggal di Jakarta Selatan dan Cimahi, Jawa Barat. "Nurhadi sering bepergian dari Jaksel ke Cimahi ketika akhir pekan. Dasar saya adalah untuk kasus Nurhadi hampir tiap minggu datang informan menemui saya dengan informasi-informasi baru," tuturnya.
Sementara itu, terkait keberadaan DPO lainnya, yakni eks caleg PDI Perjuangan Harun Masiku, ia meyakini bahwa Harun telah meninggal dunia. Harun merupakan tersangka kasus suap pengurusan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR periode 2019-2024 yang ditetapkan dalam DPO sejak 17 Januari 2020.
"Harun Masiku tidak ada kabar apa pun sehingga saya yakin sudah meninggal. Saya yakin KPK betul-betul tidak tahu keberadaan Harun Masiku karena memang sudah hilang karena meninggal," ungkap Boyamin.
Terkait hal itu, ia mengatakan, MAKI akan segera membuat laporan orang hilang. Jika nantinya selama dua tahun tak muncul, tersangka Harun harus dinyatakan meninggal dunia.
"Ini penting untuk status istri dan anaknya terkait hak boleh menikah lagi bagi istrinya dan juga hak waris bagi istri dan anaknya. Juga penting bagi KPK untuk menghentikan penyidikan (SP3) dengan alasan tersangka telah meninggal dunia," kata Boyamin.