Senin 04 May 2020 20:17 WIB

Inflasi Inti Turun, Ekonom: Pelemahan Daya Beli Terjadi

BPS mencatat tingkat inflasi pada April 2020 sebesar 0,08 persen.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Nidia Zuraya
Konsumen/ilustrasi
Foto: IST
Konsumen/ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet memprediksi, kini sedang terjadi tren pelemahan daya beli masyarakat. Hal ini diukur dari inflasi inti yang justru melambat menjelang Ramadhan, yakni dari 0,29 pada Maret menjadi 0,17 persen pada April

Penurunan inflasi inti ini selaras dengan kontraksi kinerja manufaktur yang tergambarkan dengan Purchasing Managers Index (PMI) sebesar 27,5 pada April. Mengutip data IHS Markit, Yusuf menuturkan, penyebabnya adalah penurunan pada total permintaan baru, ditambah dengan laporan yang menyebutkan penyebaran Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) secara meluas.

Baca Juga

Artinya, Yusuf mengatakan, pada umumnya masyarakat kehilangan pendapatan untuk mempertahankan daya beli. Di sisi lain, dari sisi suplai, bahan pangan mengalami deflasi yang berarti stok bahan pangan sebagai salah satu penyumbang inflasi juga relatif aman.

"Semakin menguatkan argumen bahwa daya beli masyarakat memang melemah," katanya saat dihubungi Republika, Senin (4/5).

Yusuf mengakui, kini banyak bantuan sosial yang diberikan pemerintah kepada masyarakat dan diklaim telah mencakup 60 persen masyarakat terendah. Di atas kertas, ini mampu menjadi salah satu bantuan masyarakat untuk menjaga daya beli. Hanya saja, pada implementasi di lapangan, permasalahan lama seperti ketidaktepatan sasaran penerima bantuan masih ditemukan.

Di sisi lain, Yusuf menambahkan, proses relokasi anggaran juga terlihat dilaksanan secara berlarut-larut atau tidak cepat. Ia memberikan contoh pada pengalokasian dana desa sebagai instrumen menjaga daya beli masyarakat di desa.

"Namun, sejauh ini belum keliatan tindak lanjut dari rencanan pemerintah dalam bentuk misalnya menerbitkan petunjuk teknis untuk aparatur desa dalam memanfaatkan relokasi anggaran ini," tutur Yusuf.

Sebelumnya, Kepala BPS Suhariyanto juga mengatakan, penurunan daya beli rumah tangga bisa menjadi faktor inflasi yang rendah pada April. Ia menambahkan, hal lain yang juga menjadi faktor adalah terjaganya pasokan bahan pangan akibat berbagai kebijakan pemerintah.

Suhariyanto menilai, pola dari inflasi inti pada bulan lalu tidak biasa. "Pada jelang Ramadan dan Idul Fitri, inflasi inti biasa naik mengingat permintaan masyarakat terhadap barang dan jasa meningkat…. Tapi, inflasi April rendah sekali," ujarnya dalam konferensi pers secara virtual, Senin.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement