Selasa 05 May 2020 07:43 WIB

Tiga Catatan Kritis Partai Demokrat Terkait Perppu 1/2020

Partai Demokrat setuju Perppu Nomor 1 Tahun 2020 dilanjutkan ke rapat paripurna.

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Bayu Hermawan
Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas)
Foto: Republika/Nawir Arsyad Akbar
Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Fraksi Partai Demokrat menyetujui penerbitan Perppu Nomor 1 Tahun 2020 dilanjutkan pembahasannya ke dalam pengambilan keputusan tingkat II atau ke dalam rapat paripurna.  Meskipun mendukung, Fraksi Demokrat tetap menyampaikan tiga catatan kritis terkait Perppu 1/ 2020 tersebut.

Ketua Fraksi Partai Demokrat Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas) mengatakan, catatan kritis yang pertama yaitu terkait fleksibilitas batas defisit APBN sebagaimana yang diatur dalam pasal 2 ayat 1 Perppu 1 Tahun 2020. "FPD menyarankan agar besaran defisit ini benar-benar sebatas yang diperlukan. dan alokasi anggarannya juga benar-benar mengarah kepada penanganan Covid 19 dan pemulihan ekonomi sebagai dampak pandemi Covid 19," kata Ibas dalam rapat kerja dengan Menteri Keuangan dan Menteri Hukum dan HAM, Senin (4/5) malam.

Baca Juga

Ibas menyatakan, Fraksi Partai Demokrat memahami bahwa negara saa ini tengah mengalami tantangan besar berupa perlambatan ekonomi termasuk penurunan penerimaan negara akibat Covid 19. Selain itu Fraksi Partai Demokrat juga memahami bahwa pembelanjaan pemerintah merupakan komponen penting dalam menjaga pertumbuhan dan penyelamatan ekonomi kita secara keseluruhnan.

"Namun pelebaran defisit yang sangat besar, dan apalagi sumbernya berasal dari tambahan utang baru memiliki resiko yang besar dalam perekonomian kita dalam jangka menengah dan jangka panjang," ujarnya.

Ibas melanjutkan, catatan kritis Fraksi Partai Demokrat yang kedua yaitu berkaitan dengan imunitas penyelenggara negara sebagaimana diatur dalam Pasal 27 ayat 2. Fraksi Demokrat menyarankan agar pasal 27 ayat 2 tersebut ditiadakan.

"Mari kita ingat kembali pada tanggal 18 Desember 2008 yang lalu DPR pernah menolak Perppu nomor 4 tahun 2008 tantang Jaring Pengaman Sistem Keuangan yang dinilai memberikan kekebalan hukum pada penyelenggara negara. Jika sekarang aturan tersebut diajukan  kembali dan disetujui maka akan menimbulkan inkonsistensi, karena itu FPD memandang pasal 27 sebaiknya tidak perlu ada," jelasnya.

Ibas menuturkan, Fraksi Partai Demokrat mengajak kepada seluruh anggota DPR untuk tidak mudah memperkarakan dan menuntut secara hukum atas kebijakan yang diambil oleh para penyelenggara negara dalam mengatasi masalah di tengah krisis. Selanjutnya catatan kritis Partai Demokrat yang ketiga terkait Perppu 1/2020 yaitu berkaitan dengan kewenangan anggaran negara. Putra Presiden ke-6 RI  Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tersebut mengingatkan agar perppu 1/2020 tidak bertentangan dengan UUD 1945 dan hukum konstitusi yang berlaku.

"Perubahan APBN bagaimana pun harus dibahas bersama antara presiden dan DPR RI. Mungkin pembahasannya berlangsung sangat singkat, dan semangatnya adalah DPR mendukung inisiatif pemerintah, namun tetap saja tidak tepat kalau UU diganti oleh peraturan presiden," ungkapnya.

Fraksi Partai Demokrat menyarankan agar presiden bisa melakukan pembahasan cepat berama DPR RI sebelum presiden mengeluarkan perpres tentang perubahan APBN, termasuk tambahan pengeluaran anggaran. Ibas berharap agar pemerintah memperhatikan tiga catatan kritis tersebut.

"Jika Perppu yang kelak menjadi uu ini belum sempat dilakukan revisi terbatas, namun jika para penyelenggara tetap amanah, disipin dan fokus pada tugas-tugas di masa krisis ini, Insya Allah segalanya akan berlangsung dengan baik," tuturnya. 

Sebelumnya DPR telah mengetok palu untuk membawa Perppu 1/2020 ke dalam paripurna. Sebanyak 8 fraksi mendukung Perppu tersebut diundangkan, termasuk Partai Demokrat. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement