REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Perjuangan melawan situasi pandemi Covid-19 merupakan sebuah tugas penting bagi para mubalig. Mereka harus menjadi pencerah masyarakat agar tidak terombang-ambing keadaan yang serba tidak pasti seperti kini.
Ketua Majelis tabligh PP Muhammadiyah, Fathurrahman Kamal mengatakan, para mubalig miliki peran di garda terdepan setelah otoritas penanganan Covid-19. Ia menekankan, mubalig harus menanamkan keberadaan sebagai pelindung umat.
"Dan merangkul mereka agar dapat menghadapi pandemi dalam perspektif positif melalui metode manhajud taisyir yaitu memberikan kemudahan bagi masyarakat," kata Fathurrahman dalam kajian Tugas Mubalig Pada Saat Pandemi, Ahad (3/5).
Ia mengingatkan, dalam suasana pandemi Covid-19 seperti saat ini semua orang harus tetap sanggup menggembirakan. Karenanya, peran sebagai yang menebarkan kegembiraan dan senyuman dalam duka sangat penting dipegang para mubalig.
Fathurrahman menerangkan, ada banyak faktor yang menjadikan mubalig berperan penting mencerahkan pemahaman masyarakat. Seperti banyaknya informasi dan fatwa, dan banyaknya yang mengeksploitasi suasana demi keuntungan pribadi.
Kemudian, munculnya perspektif negatif di tengah-tengah masyarakat terkait golongan tertentu. Lalu, terjadinya perubahan psikologis masyarakat secara signifikan akibat menghadapi pandemi Covid-19 yang berlangsung cukup lama.
"Maka, bersinergi dan berkoordinasi bersama pihak-pihak otoritas berwenang seperti MCCC, pemerintah atau tenaga kesehatan untuk menyatukan informasi, sehingga dapat disampaikan kepada masyarakat dalam pemahaman yang sama," ujar Fathurrahman.
Ia menyampaikan, Muhammadiyah sendiri memiliki MCC yang menjadi rujukan. Karenanya, orang-orang yang berkompetensi dan berintegritas menghasilkan produk fatwa seharusnya menyatukan langkah untuk tidak terombang-ambing.
Khususnya, kata Fathurrahman, dalam persoalan-persoalan terkait informasi. Maka itu, ia meminta para mubalig memahami suasana, memberikan pencerahan yang sifatnya ilmiah dan memberikan pencerahan yang sifatnya spiritual.
"Saat masyarakat memahami Covid-19 sebagai suatu malapetaka dan azab, perspektif yang positif harus dibangun," kata Fathurrahman.