REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA –- Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, konsumsi rumah tangga sebagai komponen utama ekonomi Indonesia mengalami perlambatan signifikan pada kuartal pertama 2020 menjadi 2,84 persen. Sebelumnya, pada periode yang sama tahun lalu, pertumbuhannya masih 5,02 persen.
Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, dengan kontribusinya yang mencapai 58,14 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), perlambatan konsumsi rumah tangga pasti berdampak pada pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan. "Karena porsinya sangat besar, tentu akan sangat menggerek (ekonomi) ke bawah," ujarnya dalam konferensi pers secara virtual, Selasa (5/5).
Pada kuartal pertama, ekonomi Indonesia hanya mampu tumbuh 2,97 persen. Pertumbuhan ini melambat dibandingkan tahun lalu yang mencapai 5,07 persen. Bahkan, apabila dibandingkan kuartal keempat 2019, ekonomi pada periode Januari-Maret ini mengalami kontraksi 2,41 persen.
Dengan besarnya kontribusi konsumsi rumah tangga pada struktur PDB, Suhariyanto menekankan, menjaga daya beli masyarakat menjadi sesuatu yang penting. "Karena itu, pemerintah berusaha keras untuk mengendalikan inflasi," katanya.
Berdasarkan komponennya, konsumsi rumah tangga untuk perumahan dan perlengkapan rumah tangga masih tumbuh 4,47 persen, lebih baik dibandingkan kuartal pertama 2019, 4,39 persen. Begitupun dengan konsumsi untuk kesehatan dan pendidikan yang mampu tumbuh hingga 7,85 persen dibandingkan tahun lalu.
Di sisi lain, ada beberapa komponen mengalami perlambatan. Salah satunya, konsumsi rumah tangga untuk restoran dan hotel yang pada kuartal pertama 2019 tumbuh 5,64 persen, kini hanya 2,39 persen.
Suhariyanto menjelaskan, komponen tersebut alami melambat seiring dengan kebijakan yang dikeluarkan pemerintah untuk menekan laju penyebaran virus Covid-19. "Karena adanya PSBB, imbauan untuk kurangi aktivitas kegiatan di luar, dan stay at home," tuturnya.
Dari berbagai indikator, terlihat penjualan eceran pada kuartal pertama mengalami kontraksi 2,22 persen. Suhariyanto menuturkan, ini sangat rendah dibandingkan posisi kuartal pertama 2019 yang mampu tumbuh hingga 8,98 persen. Kontraksi terutama terjadi pada sandang, bahan bakar kendaraan, peralatan informasi dan komunikasi serta barang budaya dan rekreasi.
Indikator lainnya yang difokuskan pada masyarakat menengah ke atas adalah penjualan wholesale mobil penumpang. Indikator ini mengalami kontrkasi 4,51 persen, sementara penjualan sepeda motor jatuh lebih dalam, yakni hingga 17,25 persen.
Apabila dilihat pada lapisan ke bawah, Suhariyanto mengatakan, indikator perlambatan pertumbuhan konsumsi rumah tangga juga terlihat melalui upah riil buruh tani dan bangunan. Keduanya mengalami kontraksi pada kuartal pertama 2020 masing-masing 1,31 persen dan 1,82 persen.
Di sisi lain, masih ada indikator yang menguat, yakni volume penjualan listrik PLN ke rumah tangga. "Pertumbuhannya 7,54 persen," kata Suhariyanto.