REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Masjid di sejumlah wilayah di Iran yang dinilai memiliki risiko rendah terhadap penyebaran virus corona telah kembali dibuka. Masjid yang diizinkan untuk buka kembali terdapat di sepertiga dari wilayah administratif Iran.
Para jamaah yang akan memasuki masjid diwajibkan untuk menggunakan masker dan sarung tangan. Selain itu, mereka hanya boleh berada di dalam masjid selama setengah jam ketika waktu shalat.
Kantor berita ISNA melaporkan, masjid-masjid diminta untuk tidak menyediakan makanan dan minuman kepada jamaah, terutama ketika Ramadhan. Masjid harus menyediakan hand sanitizer dan menyemprotkan disinfektan secara berkala ke seluruh ruangan.
Juru bicara Kementerian Kesehatan Kianoush Jahanpour mengatakan pada Senin terdapat 74 kematian baru akibat virus corona. Jumlah tersebut menambah total kematian menjadi 6.277.
Kasus baru virus corona dalam 24 jam terakhir yaitu 1.223 sehingga meningkatkan total keseluruhan menjadi 98.647. Iran telah menggunakan sistem kode warna "putih", "kuning", dan "merah" untu mengklasifikasikan risiko penyebaran virus corona di sejumlah daerah.
Menurut Jahanpour, sekitar 79.397 pasien yang dirawat karena infeksi virus corona telah dinyatakan sembuh dan dibolehkan pulang. Sementara 2.676 pasien lainnya dalam kondisi kritis. Dia mengklaim Iran merupakan lima negara teratas di dunia dengan jumlah pasien sembuh tertinggi.
Para ahli dan pejabat di Iran maupun di luar negeri telah meragukan angka kasus dan kematian akibat virus corona di negara tersebut. Mereka mengatakan jumlah kasus yang sebenarnya dapat lebih tinggi dari yang dilaporkan.
Dilansir Aljazirah, Presiden Hassan Rouhani mengatakan Iran telah berhasil mencegah penyebaran virus ini dengan efektif di sejumlah wilayah. Berbicara pada pertemuan konferensi video Gerakan Non-Blok, Rouhani mengatakan tanggapan Iran terhadap pandemi corona dalam beberapa kasus telah dievaluasi dan berada di luar standar internasional.
Namun sanksi yang dijatuhkan oleh Amerika Serikat (AS) terhadap Iran telah menghambat upaya untuk mengendalikan virus corona. Presiden AS Donald Trump menarik diri dari kesepakatan nuklir (JCPOA) dan menerapkan kembali sanksi sepihak terhadap Iran pada tahun 2018, menargetkan sektor minyak dan perbankan utama.
Barang-barang kemanusiaan, terutama obat-obatan dan peralatan medis secara teknis dikecualikan dari sanksi. Namun pembelian internasional atas persediaan peralatan medis dan obat-obatan tidak dibolehkan karena ada kekhawatiran melanggar sanksi AS.