REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Pimpinan Pusat Aisyiyah, Siti Noordjannah Djohantini menuturkan, setiap keluarga perlu mengagendakan berbagai kegiatan di rumah. Mulai dari yang sifatnya peneguhan, keagamaan, pembangunan akhlak, kajian mengenai tolong-menolong, syukur, hingga musibah.
"Dalam konteks ibadah, karena hari-hari ini memang dirumah, kita bisa membangun relasi dan kebersamaan dalam keluarga yang sifatnya tidak semata-mata kuantitatif karena ada waktu yang leluasa, tetapi juga harus menjadi kualitatif," ujarnya belum lama ini.
Siti menekankan kepada setiap keluarga supaya selama di rumah memanfaatkan waktu sebaik-baiknya dengan dilandasi nilai-nilai agama. Agar keharmonisan keluarga terjaga, pertama, orang tua harus memberi keteladanan. Kedua, harus berbagi tugas atau beban. Ketiga, saling memahami tugas masing-masing. "Orang yang bekerja di rumah ini tidak sederhana. Jadi harus juga dipahamkan kepada anggota keluarga, dari istri kepada suami, suami kepada istri," jelas dia.
Kemudian, yang paling penting dari keharmonisan adalah dialog. Dialog dalam keluarga perlu diciptakan. Pekerjaan rumah tangga yang selama ini mungkin diserahkan kepada orang lain harus didiskusikan bersama-sama tentang bagaimana cara menyelesaikan urusan tersebut.
"Dalam dialog ini juga harus bercermin pada banyak orang lain yang mungkin lebih punya kendala dibandingkan kita, agar ada rasa syukur. Dengan begitu rasa syukur itu meluber ke luar, bentuknya seperti empati, ta'awun (tolong-menolong), dan hal-hal yang membuat orang lain tidak sendiri," ucapnya.
Antaranggota keluarga, lanjut Siti, harus terbangun sikap saling memahami meski semua berkumpul di rumah. Sebab, ada sebagian orang tua yang meski di rumah tetapi mereka tetap bekerja. Anak pun harus diberi pemahaman bahwa orang tuanya tetap bekerja di rumah. Tentu bagi yang terpaksa ke luar rumah karena tugas ataupun kebutuhan, perlu dibangun rasa saling empati antaranggota keluarga.
"Bayangkan jika ada anggota keluarga kita yang menjadi tenaga medis yang harus tetap bekerja, tentu ini hal baru di tengah kondisi sekarang. Maka, dibutuhkan saling empati, saling mengayomi apalagi di dalam bulan Ramadhan. Kalau ada sesuatu yang tidak sesuai, maka itu bagian yang harus kita berikan pemahaman kepada anggota keluarga," katanya.
Di saat situasi pandemi seperti ini, jika antaranggota keluarga tidak terjalin relasi atau hubungan yang harmonis, maka justru akan menimbulkan masalah baru. Relasi yang harmonis ini haruslah dibangun di atas nilai-nilai agama. Nilai ini menurutnya menjadi sangat fundamental. Bila tidak demikian, kejenuhan pun akan melanda suasana rumah itu sendiri.
"Membangun relasi dalam keluarga harus dengan api agama. Dengan demikian, dalam kondisi apapun, yang berat sekalipun, Insya Allah akan menjadi sesuatu yang bisa disyukuri. Jangan sampai pada situasi ini malah muncul persoalan-persoalan dari dalam keluarga," ucapnya.