Selasa 05 May 2020 19:20 WIB

Masyarakat Diminta Tingkatkan Kewaspadaan Siber Saat Pandemi

Gangguan pada internet bisa mengacaukan kehidupan di masyarakat.

Anggota DPR RI Komisi I dari Fraksi PKS, Sukamta
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Anggota DPR RI Komisi I dari Fraksi PKS, Sukamta

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kebocoran data kembali terjadi di platform daring Tokopedia setelah tahun lalu, tepatnya Februari 2019 juga diberitakan adanya 'kebocoran data' para penjual di marketplace tersebut. Kali ini ada 15 juta data pengguna, bahkan menurut sebuah laporan mencapai 91 juta data pengguna Tokopedia yang bocor. 

"Di tengah masa pandemi ini, saya kembali mendorong kepada semuanya, baik pemerintah dalam hal ini Kementerian Kominfo dan BSSN, swasta seperti perusahaan-perusahaan yang melakukan pengelolaan data pribadi serta masyarakat sendiri selaku pengguna internet, agar bersama-sama meningkatkan kewaspadaan siber. Kasus Tokopedia ini jadi alarm bagi dunia siber di Indonesia," kata Anggota Komisi I DPR RI, Sukamta, dalam siaran persnya, Selasa (5/5).

Wakil Ketua Fraksi PKS ini mengingatkan bahwa pertengahan April lalu pihaknya sudah mendorong agar pemerintah meningkatkan keamanan dan ketahanan siber di masa pandemi ini, karena penggunaan daring meningkat dengan adanya kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), belajar dan kuliah dari rumah. Analytic Data Advertising (ADA) mencatat ada kenaikan pengunaan internet oleh para adaptive shopper sebesar 300 persen hingga 400 persen pada Maret lalu, juga oleh para profesional yang bekerja dari rumah (working from home professional) yang penggunaan internetnya meningkat hingga 400 persen  hingga Maret. 

"Bulan April kita duga angkanya meningkat lagi, jika melihat PSBB dilakukan lebih masif lagi di daerah-daerah," katanya.

Bisa dikatakan, Sukamta melanjutkan, saat seperti ini internet sangat-sangat penting. Pada kondisi normal saja internet telah demikian penting, apalagi ketika pandemi seperti sekarang. 

"Gangguan pada internet, entah hacking sampai cracking, bisa mengacaukan kehidupan di masyarakat. Bahkan ancaman bisa sampai skala negara jika yang diserang adalah instalasi negara yang menguasai hajat hidup masyarakat yang diprogram dengan internet," ujarnya.

Oleh karena itu, lanjut doktor lulusan Inggris ini, kasus ini juga jadi alarm bagi pemerintah akan adanya potensi ancaman. 

"Komisi I DPR bersama pemerintah tentu akan serius dalam pembahasan RUU Pelindungan Data yang sudah masuk Prolegnas tahun ini. Kami akan atur soal kewajiban para pengelola data pribadi, termasuk sanksi bila terjadi pelanggaran data seperti ini. Kita juga akan atur agar cakupan hukum pelindungan data meliputi tidak hanya surface web, tapi juga deep web, termasuk dark web," ujarnya.

Surface web adalah dunia internet yang selama ini bisa kita akses, yang bisa diakses oleh Google. Jumlahnya sekitar 10 persen dari total web yang ada. Sisanya, yaitu sekitar 90 persen adalah deep web. Ini semacam dunia gelap dan dunia hitamnya jagat maya. Segala hal yang ilegal, kejahatan, hal-hal anomali, adanya di web-web seperti ini. Untuk mengaksesnya perlu upaya lebih, tidak bisa dengan cara akses biasa. Data-data pengguna yang bocor seperti kasus Tokopedia dan Zoom meeting beberapa saat lalu, diduga dijual lewat web semacam ini. "Kita berharap aturan soal pelindungan data nanti bisa meng-cover hal ini," kata Sukamta.

Kemudian bagi para pengelola data pribadi baik lembaga publik maupun perusahaan swasta, harus dapat memberi jaminan keamanan data penggunanya. Sistem keamanan siber mereka harus selalu diupdate dan menggunakan teknologi terbaik. Sementara itu bagi masyarakat para pengguna, Sukamta menyarankan agar melakukan penggantian sandi (password) dan memproteksi akun pribadinya dengan verifikasi dua langkah. Hal ini untuk meminimalisasi pengaksesan secara ilegal atas akun internet kita.

"Data itu sekarang sangat seperti minyak beberapa dekade lalu, atau seperti berharganya rempah-rempah di nusantara zaman dulu yang konon bisa lebih mahal dari emas. Di dunia digital seperti sekarang, data-data menjadi sangat menggiurkan untuk menambang dolar. Prediksi saya, siapa yang sekarang bisa mengkapitalisasi data, akan menjadi penguasa di dunia hingga 10-20 tahun ke depan, sampai ditemukan teknologi yang lebih baru. Karenanya kita semua, musti aware dengan data pribadi kita. Jangan hanya karena tidak merasakan langsung kerugian akibat penyalahgunaan data, lantas kita tak peduli. Padahal pihak lain yang menambang data kita akan semakin kaya, sementara kita sebagai subjek data tidak mendapatkan profit apa-apa," ujar wakil rakyat dari Daerah Istimewa Yogyakarta ini.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement