Selasa 05 May 2020 23:46 WIB

Ketika Urusan Perut Bisa Menentukan Nasib Ibadah Kita

Islam memberikan tuntunan untuk menjaga urusan perut.

Islam memberikan tuntunan untuk menjaga urusan perut. Umat Islam saat beribadah di Masjid Lautze, Sawah Besar, Jakarta (ilustrasi)
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Islam memberikan tuntunan untuk menjaga urusan perut. Umat Islam saat beribadah di Masjid Lautze, Sawah Besar, Jakarta (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, Soal perut dalam Islam ternyata bukan perkara ringan. Sebaliknya, justru sangat menentukan baik buruknya seorang Muslim, termasuk layak tidaknya untuk bisa masuk surga. Hal ini telah Rasulullah SAW tegaskan dalam sebuah haditsnya.

“Wahai Kaab bin Ujroh, shalat adalah taqarrub, puasa adalah benteng, sedekah menghapuskan kesalahan seperti air memadamkan api. Hai Kaab, tidak akan masuk surga orang yang dagingnya tumbuh dari makanan haram karena neraka lebih dekat dengannya.” (HR Muslim, Nasai, ad-Darami).

Baca Juga

Di dalam kitab Minhajul Abidin, Imam Ghazali (Hujjatul Islam) mengutip pernyataan Ma'ruf al-Kurkhi yang berkata, “Apabila engkau berpuasa, lihatlah dengan apa engkau berbuka dan dengan siapa. Sebab, berapa banyak orang yang memakan suatu makanan, kemudian hatinya berbalik dan tidak kembali kepada keadaannya yang semula, selama-lamanya.”

Ma'ruf al-Kurkhi melanjutkan, “Berapa banyak makanan yang kemudian menghalangimu mendirikan sholat malam. Dan berapa banyak pandangan haram telah menghalangimu dari membaca Alquran. Terkadang, sepotong makanan bisa menghalangi seorang hamba dari melaksanakan sholat malam selama satu tahun.”

Imam Ghazali berkata, “Jangan harap bisa memperoleh manisnya ibadah jika engkau makan terlalu banyak. Bagaimana cahaya akan bersinar di hati tanpa ibadah? Apa nikmatnya ibadah yang tak disertai rasa manis dan kelezatan?”

Ibadah, pada hakikatnya, jauh lebih nikmat dari apa pun kenikmatan dunia ini. Hal itulah yang bisa kita lihat dari sosok Imam Syafi'i, seorang ulama yang mampu mengkhatamkan Alquran sebanyak 60 kali dalam sholat.

Selain itu, Imam Syafi'i juga memiliki akhlak mulia dan sangat tekun ibadah. Selama 16 tahun, beliau tidak pernah makan sampai kenyang, kecuali hanya sekali. Dan yang sekali itu pun sangat disesalinya. Menurutnya, makan kenyang berdampak negatif terhadap daya pikir dan ibadah.

Jadi, perut terlalu kenyang saja sudah cukup membebani seorang hamba bisa merasakan lezatnya ibadah. Apalagi kalau perutnya kenyang dengan makanan haram hasil korupsi, mencuri, menipu, merampok, dan kecurangan-kecurangan lainnya. Pasti akan semakin menyusahkan dan memberatkan masa depannya, baik di dunia lebih-lebih di akhirat.

sumber : Harian Republika
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement