REPUBLIKA.CO.ID, oleh Mimi Kartika
Presiden Joko Widodo (Jokowi), pada Senin (4/5), telah menandatangani Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang tentang Pemilihan Kepala Daerah (Perppu Pilkada). Perppu ini mengatur penundaan Pilkada 2020 menjadi Desember dari jadwal semula September 2020 akibat pandemi Covid-19.
Bagaimana jika pandemi Covid masih berlangsung hingga Desember 2020? Perppu Pilkada menyebut, pemungutan suara serentak dapat ditunda kembali.
"Pemungutan suara serentak pada bulan Desember 2020 ditunda dan dijadwalkan kembali apabila tidak dapat dilaksanakan karena bencana nasional pandemi Covid-19 belum berakhir," demikian dikutip dalam penjelasan Pasal 201A ayat (3) Perppu tersebut.
Pasal 201A merupakan pasal tambahan yang ada di Perppu Pilkada. Pasal 201A ayat (1) berbunyi, "Pemungutan suara serentak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 201 ayat (6) ditunda karena terjadi
bencana nonalam sebagaimana dimaksud dalamn Pasal 120 ayat (1)."
Ketentuan pemungutan suara pemilihan serentak 2020 dilaksanakan pada Desember 2020 diatur dalam Pasal 201A ayat (2). Sementara, Pasal 201A ayat (3) menyatakan, "Dalam hal pemungutan suara serentak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat dilaksanakan,
pemungutan suara serentak ditunda dan dijadwalkan kembali segera setelah bencana nonalam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berakhir, melalui mekanisme sebagaimana dimaksud dalam Pasal 122A."
Pasal 122A itu pun merupakan pasal tambahan yang ada dalam Perppu 2/2020. Pasal 122A ayat (1) menyebutkan, "Pemilihan serentak lanjutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 120 dilaksanakan setelah penetapan penundaan tahapan pelaksanaan Pemilihan serentak dengan Keputusan KPU diterbitkan."
Sementara Pasal 122A ayat (2) mengatur, penetapan penundaan tahapan pemilihan serentak serta pemilihan lanjutan dilakukan atas persetujuan bersama antara Komisi Pemilihan Umum (KPU), Pemerintah, dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Pasal 122A ayat (3) mengamanatkan KPU menyusun ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan waktu pelaksanaan pemilihan serentak lanjutan dalam Peraturan KPU (PKPU).
Ketentuan Pasal 120 diubah sehingga ayat (1) berbunyi, "Dalam hal pada sebagian wilayah Pemilihan, seluruh wilayah Pemilihan, sebagian besar daerah, atau seluruh daerah terjadi kerusuhan, gangguan keamanan, bencana alam, bencana nonalam, atau gangguan lainnya yang mengakibatkan sebagian tahapan penyelenggaraan Pemilihan atau Pemilihan serentak tidak dapat dilaksanakan, dilakukan Pemilihan lanjutan atau Pemilihan serentak lanjutan."
Dilanjutkan dengan Pasal 120 ayat (2), yang menyatakan, "Pelaksanaan Pemilihan lanjutan atau Pemilihan serentak lanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimulai dari tahapan penyelenggaraan Pemilihan atau Pemilihan serentak yang terhenti."
Kepala Pusat Penerangan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Bahtiar mengatakan, Perppu 2/2020 menjadi dasar hukum penundaan Pilkada 2020 dari semula dijadwalkan September menjadi Desember. Hal itu dilakukan karena dalam keadaan memaksa akibat pandemi Covid-19.
"Sebagaimana disebutkan dalam Perppu, tepatnya di Pasal 201 A, disebutkan Pilkada akan ditunda pada Desember karena wabah Covid-19. Mulainya kan kalau mengikuti tahapan, pencoblosan dilakukan 23 September, dengan demikian mundur 3 bulan dari jadwal," ujar Bahtiar dalam siaran persnya, Selasa (5/5).
KPU RI mengapresiasi pemerintah yang telah memberikan kewenangan kepada KPU melakukan penetapan penundaan pilkada dan pelaksanaan pemilihan lanjutan.
"KPU juga mengapresiasi Pemerintah yang telah mengadopsi beberapa usulan KPU agar mengatur lebih tegas kewenangan KPU dalam menunda maupun melanjutkan Pilkada yang ditunda," ujar Komisioner KPU RI Pramono Ubaid Tanthowi dalam keterangan tertulis yang diterima Republika, Selasa (5/5).
Sebab, kata Pramono, UU Pilkada sebelumnya tidak mengatur dengan jelas pihak yang berwenang menunda pilkada jika gangguan bersifat nasional seperti Covid-19. Perppu 2/2020 lebih tegas mengatur kewenangan penetapan penundaan pemilihan dan pelaksanaan pemilihan lanjutan berada di tangan KPU atas persetujuan Pemerintah dan DPR.
"Sebelumnya menjadi kewenangan pemerintah eksekutif, sekarang kewenangan itu juga diberikan kepada KPU setelah melalui persetujuan bersama dengan pemerintah dan DPR," tutur Pramono.
Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menilai Perppu 2/2020 tentang Pilkada masih menyimpan kegamangan dan situasi ketidakpastian pelaksanaan Pilkada 2020. Hal itu dilihat dari ketentuan dalam Perppu yang menyatakan, pemungutan suara dapat ditunda dan dijadwalkan kembali apabila pandemi Covid-19 belum berakhir pada Desember 2020.
"Perppu Pilkada masih menyimpan kegamangan dan situasi tidak pasti dengan adanya pengaturan pada Pasal 201A ayat (3)," ujar Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini dalam keterangan tertulisnya, Rabu (6/5).
Menurut dia, alih-alih menunda Pilkada 2020 menjadi Desember, pemerintah semestinya memilih waktu yang lebih memadai untuk melakukan persiapan dan penyesuaian penanganan Covid-19, misalnya menunda hingga Juni 2021. Pemerintah justru menyerahkan skema kemungkinan penundaan kembali pilkada melalui kesepakatan KPU, Pemerintah, dan DPR.
Ketika pemungutan suara digelar Desember 2020, maka KPU harus sudah mulai menyiapkan tahapan pilkada pada Juni. Artinya, kata Titi, akan ada irisan pelaksanaan tahapan dengan fase penanganan puncak pandemi dan masa pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang belum bisa dipastikan kapan akan berakhirnya.
Sementara, lanjut dia, pelaksanakan tahapan yang beririsan dengan masa puncak pandemi memerlukan dukungan semua pemangku kepentingan pilkada. Mulai dari petugas pemilihan, calon peserta pemilihan, maupun masyarakat pemilih agar disiplin ketat pada kepatuhan protokol kesehatan penanganan pandemi Covid-19.
Menurut Titi, hal itu mengandung risiko tersendiri terutama bila tidak bisa memastikan keterpenuhan fasilitas proteksi kesehatan pada para petugas pemilihan. Dengan demikian, tentu perlu daya dukung anggaran ekstra untuk memenuhi segala fasilitas yang sejalan dengan protokol penanganan Covid-19.
Misalnya saja, keperluan pengadaan masker, hand sanitizer, disinfektan, dan lain-lain. Pemenuhan protokol pencegahan kesehatan ini dilakukan Korea Selatan dalam melaksanakan pemilihan legislatif dengan menyediakan fasilitas tambahan bagi para petugas pemilihan.
Titi mengatakan, KPU semestinya harus merumuskan berbagai peraturan teknis pilkada yang sejalan dengan protokol penanganan Covid-19. Khususnya soal interaksi petugas dengan pemilih maupun peserta pemilihan yang tidak berisiko menyebarkan Covid-19.
Contohnya, teknis verifikasi faktual syarat dukungan bakal calon perseorangan, pencocokan dan penelitian (coklit) data pemilih, pendaftaran calon, maupun kampanye, dan pemungutan suara. Tahapan pemilihan itu semestinya sesuai dengan kebijakan jaga jarak (physical distancing) untuk mencegah penyebaran Covid-19.
Namun, Titi menilai Perppu kurang menangkap kebutuhan teknis ini agar bisa diatur dengan berbagai peraturan teknis yang dibuat penyelenggara pemilu. Sehingga, ia menganggap, pilkada Desember 2020 masih membawa risiko kesehatan pada para pihak yang terlibat di pemilihan, khususnya bila KPU tidak mampu menyiapkan teknis pemilihan sesuai protokol penanganan Covid-19.
"Jadi bisa disimpulkan bahwa Perpu Nomor 2 Tahun 2020 ini masih setengah hati dalam memberikan kepastian hukum keberlanjutan pilkada serentak 2020. Ada kepastian tapi belum sepenuhnya pasti," tutur Titi.