REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menegaskan pemerintah pusat memiliki pertimbangan tersendiri tetap mengoperasikan KRL. Budi nenegaskan Kemenhub tidak belum memutuskan untuk menghentikan sementara operasional KRL.
"KRL itu harus tetap dijalankan. Setiap harinya ada satu juta penumpang KRL sekarang hanya 20 persennya," ujar Budi dalam rapat kerja virtual Komisi V DPR dengan Kementerian Perhubungan, Rabu (6/5).
Budi mengatakan, 20 persen penumpang yang masih menggunakan KRL saat ini merupakan rakyat kecil yang masih harus bekerja. Jika KRL dihentikan maka masyarakat kecil tersebut akan terhambat kelangsungan hidupnya.
"Dengan naik KRL mengeluarkan Rp 8 ribu kalau dia naik taksi bisa keluarkan sampai Rp 100 ribu. Oleh karennya kita sepakat harus tetap jalan tapi tetap dilakukan dengan protokol kesehatan," ungkap Budi.
Sebelumnya, lima kepala daerah di Bogor, Depok, dan Bekasi (Bodebek) pada Rabu (6/5) mengirimkan surat ke Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi agar mempertimbangkan penghentian sementara operasional kereta rel listrik (KRL).
"Pertimbangannya, moda transportasi massal KRL masih memiliki risiko besar adanya penularan Covid-19," kata Wakil Wali Kota Bogor, Dedie A Rachim, Rabu (6/5).
Dedie menjelaskan, setelah dilakukan tes swab secara acak terhadap 325 orang penumpang dan petugas KRL di Stasiun Bogor pada Senin (27/4), terdapat tiga orang positif Covid-19. Tes swab dan tes cepat juga dilakukan secara acak terhadap penumpang dan petugas KRL di Stasiun Bekasi pada Selasa (5/5). Dari tes itu juga ditemukan tiga orang positif Covid-19.
Menurut Dedie, hasil tes swab di Stasiun Bogor dan Stasiun Bekasi ini menjadi landasan bagi lima kepala daerah di Bodebek mengusulkan kepada Menhub untuk menghentikan sementara operasional KRL atau pengaturan lebih ketat operasional KRL. Tujuannya agar penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) memiliki dampak signifikan.