REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Di antara sekian banyak sebutan untuk Ramadhan, salah satunya adalah bulan pendidikan atau syahrut tarbiyah. Para ulama menyebut Ramadhan sebagai syahrut tarbiyah karena begitu banyak hikmah nilai-nilai pendidikan yang dikandungnya.
Karena itulah, dalam upaya menyemarakkan Ramadhan sebagai syahrut tarbiyah atau bulan pendidikan, umat Islam di Indonesia mengisinya dengan kegiatan edukatif, mencerdaskan dan bermanfaat bagi masyarakat luas. Ragamnya macam-macam, mulai kajian keislaman, pesantren kilat, hingga amaliah lainnya seperti memberikan makanan dan minuman berbuka bagi siapa saja.
Dalam suasana pandemi Covid-19 saat ini pun, pada Ramadhan 1441 Hijriyah, meski tidak bisa dilakukan berjamaah secara fisik seperti normalnya di masjid dan mushala, kajian dan pengajian pun di dirancang dalam jaringan (daring) atau online dengan teknologi informasi melalui aplikasi digital.
Kembali pada perspektif hikmah pendidikan pada Ramadhan, saat awal ibadah itu oleh Allah SWT diwajibkan bagi umat Islam, yang dinukilkan dalam Alquran pada Surat Al-Baqarah ayat 183 yang artinya: "Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kamu bertakwa."
Nabi Muhammad SAW sendiri yang langsung mengajarkannya kepada para sahabat.
Penekanan pendidikan yang diajarkan Rasulullah kepada sahabat pada tahun kedua Hijriyah atau setengah tahun setelah umat Islam berhijrah dari Mekkah menuju Madinah. Puasa tidak sekadar aspek batin, seperti tidak makan dan minum di siang hari atau melalukan hal-hal yang membatalkannya. Namun, menurut Imam Al-Ghazali, ada dimensi batiniah dari ibadah puasa Ramadhan itu, di antaranya menahan diri dari hal-hal menjaga lisan, pendengaran, penglihatan dari semua yang mengakibatkan puasa menjadi tidak sempurna.
Istiqamah
Dalam konteks itu, maka di sinilah aspek pendidikan itu mendapatkan relevansinya karena semua yang melakukan ibadah puasa, yakni orang-orang yang beriman, dididik atau dilatih untuk menahan itu semua. Contohnya, dalam ibadah shalat wajib lima waktu. Jika di bulan selain Ramadhan menjalankannya tidak tepat waktu, sewaktu Ramadhan ada semangat untuk berlomba tepat waktu.
Dalam pelaksanaan shalat sunnah tarawih, umat Islam juga dididik untuk istiqamah melaksanakan sholat malam karena di luar Ramadhan untuk melakukan sholat tahajud, bukan hal yang ringan. Ini juga diwarnai dengan kedisiplinan tengah malam, setidaknya sepertiga malam untuk bangun guna melakukan sunnah sahur dan itu dilakukan konsisten sebulan lamannya.
Kelanjutan usai sahur adalah melanjutkan persiapan melaksanakan sholat subuh berjamaah di mana hal ini jika menjadi kebiasaan, maka di kala selepas Ramadhan dapat menjadi kebiasaan yang terus berlanjut karena sudah terbiasa menjalankannya. Kemudian, hikmah lainnya adalah pendidikan untuk melakukan tadarus atau membaca kitab suci Alquran dengan disiplin, yang juga dilakukan sebulan hingga khatam.
Pada akhirnya, dengan kondisi-kondisi tersebut, maka dengan kebarokahan yang Allah SWT berikan pada bulan Ramadhan, semangat syahrut tarbiyah itu adalah pendidikan bagi umat Islam untuk melaksanakan syariat yang sudah ditetapkan, seperti berabad-abad lamanya sejak ibadah ini diwajibkan.