REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pimpinan Pusat (PP) Gerakan Pemuda (GP) Ansor mengutuk dugaan kasus human trafficking atau tindak pidana perdagangan orang (TPPO) terhadap 18 anak buah kapal (ABK) asal Indonesia yang bekerja di Kapal China bernama Longxing. Bahkan ada ABK yang meninggal dunia malah mendapat perlakuan tak manusiawi.
Ketua Umum PP GP Ansor, Yaqut Cholil Qoumas, menyebut tragedi yang menimpa 18 ABK asal Indonesia tersebut masuk bentuk perbudakan modern. Dia menduga terjadi TPPO dari cara perusahaan menangani ABK yang sedang sakit.
"Hingga penguburannya yang tidak manusiawi dengan cara melarung ke laut. Ini tindakan biadab, sebab itu kami mengutuk keras,” kata Yaqut pada Kamis (7/5).
GP Ansor menyesalkan tragedi kemanusiaan dan pelanggaran serius hak-hak buruh ini. GP Ansor akan memberi pendampingan hukum melalui LBH Ansor.
"Dan bekerjasama dengan pihak-pihak lain untuk mengupayakan perlindungan terbaik kepada ke-14 ABK dan ahli waris dari ABK yang gugur dalam tugas,” ucap Yaqut.
GP Ansor menuntut maaf dari perusahaan yang mempekerjakan para ABK pada korban dan masyarakat Indonesia. Perusahaan atas nama Dalian itu juga wajib memenuhi hak-hak pekerja dan mengganti semua akibat pelanggaran yang telah dilakukan perusahaan kepada ABK dan para ahli warisnya.
Kemudian, GP Ansor meminta Kementerian Luar Negeri, BP2MI, Kementerian Ketenagakerjaan dan pihak terkait untuk memberi perlindungan ke-14 ABK selama masa karantina hingga proses pemulangan ke Tanah Air.
"Pemerintah Indonesia juga harus mengupayakan hak-hak ABK yang meninggal dunia secara maksimal untuk diterimakan kepada ahli warisnya,” ujar Gus Yaqut.
Sebelumnya, sebuah video disiarkan televisi berita Korea Selatan memperlihatkan jenazah ABK Indonesia dibuang ke laut dari atas kapal nelayan Cina. Video pertama kali diwartakan Munhwa Broadcasting Corporation (MBC) pada 6 Mei 2020. Diperkirakan pembuangan jenazah ABK WNI terjadi di Samudera Pasifik pada 30 Maret.