Kamis 07 May 2020 06:49 WIB

Spektrum Keberkahan Sahur

Keberkahan sahur itu ada pada makanannya maupun aktivitasnya.

Makan Sahur (ilustrasi)
Foto: theworldandyouth.wordpress.com
Makan Sahur (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Dr KH Syamsul Yakin MA

Kata “sahur” berasal dari kata “sahar” yang berarti materi seperti makanan dan minuman untuk sahur. Namun kata “sahar” itu sendiri berarti akhir malam. Allah SWT berfirman, “Dan di akhir-akhir malam mereka memohon ampun (kepada Allah).” (QS. al-Dzariyat/51: 18). Dalam ayat di atas, “ashar” adalah bentuk plural “sahar”. 

Jadi, keduanya saling mengait. Materi makanan atau minuman namanya sahur dimana  dilakukan pada akhir malam (sahar). Bagi orang Arab, perbuatan makan sahur itu sendiri disebut “suhur”. Makan sahur dikatakan memiliki keberkahan bisa jadi karena dilakukan pada waktu orang-orang saleh memohon ampun. 

Nabi SAW menjelaskan, “Makan sahurlah kalian, karena sesungguhnya dalam makanan sahur terdapat berkah.” (HR. Bukhari dan Muslim). Hadits lainnya,“Makan sahur adalah makan penuh berkah …” (HR. Ahmad). Hadits pertama memberi informasi keberkahan itu ada pada makanannya sedangkan hadits kedua dalam aktivitasnya.

Inilah spektrum keberkahan sahur. Pertama, dari segi waktu adalah pada saat Allah SWT melimpahkan ampunan. Kedua, materi yang dikonsumi dan perbuatannya itu sendiri dipenuhi dengan keberkahan. Bahkan cara melakukannya sunah diakhirkan. “Tiga hal yang termasuk akhlak para Rasul (salah satunya) …mengakhirkan sahur …” (HR. Thabrani).

Dari segi materi, sahur dibolehkan kendati hanya dengan seteguk air. Nabi SAW bersabda, “Sahur adalah makanan berkah, maka jangan kalian tinggalkan walaupun salah seorang dari kalian hanya minum seteguk air, karena Allah  dan para malaikat bershalawat atas orang-orang yang bersahur.” (HR. Ahmad).

Namun seperti halnya berbuka, makanan sahur terbaik adalah kurma. Nabi SAW bersabda, “Sebaik-baik makanan sahur seorang mukmin adalah kurma.” (HR. Abu Daud). Dalam hadits lain, Nabi SAW tidak menyebut jenisnya, “Siapa yang ingin berpuasa hendaklah makan sahur dengan sesuatu.”  (HR. Ahmad). Inilah keluasan dan keluwesan titah Nabi SAW.

Spektrum keberkahan sahur lainnya adalah sahur jadi pembeda antara puasa kita dengan puasa umat para Nabi pada masa lalu. Seperti disebutkan dalam surat al-Baqarah/2 ayat 183 puasa juga diwajibkan kepada umat sebelum kita. Nabi SAW, “Perbedaan antara puasa kita dan puasa Ahli Kitab (Yahudi dan Nashrani) adalah makan sahur.” (HR. Muslim). 

Keberkahan sahur dalam konteks ini adalah sama seperti yang dipahami secara umum. Pertama,  bertambahnya kebaikan. Kedua, kontinunya kebaikan. Ketiga, banyaknya rezeki. Rezeki yang dimaksud bukan hanya uang, namun lebih dari itu ilmu, hikmah, keimanan, dan kesehatan. Makan sahur terkait erat dengan kondisi kesehatan badan sepanjang siang.

Terakhir, selesai makan sahur bukanlah kembali tidur. Zaid bin Tsabit berkata, “Kami makan sahur bersama Nabi SAW kemudian beliau shalat”. Lalu aku bertanya, “Berapa lama jarak antara adzan Subuh dan Sahur?” Nabi SAW menjawab, “Sekadar 50 ayat.” (HR. Bukhari dan Muslim). Hadits ini adalah titah mengakhirkan sahur agar tidak ada peluang untuk tidur lagi.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement