Kamis 07 May 2020 08:01 WIB

Bersyukur atas Nikmat Allah SWT, Akhlak yang Kian Terkikis

Bersyukur atas nikmat Allah SWT merupakan bagian dari akhlak hamba.

Rep: Imas Damayanti/ Red: Nashih Nashrullah
Bersyukur atas nikmat Allah SWT merupakan bagian dari akhlak hamba. Ilustrasi ibadah di rumah.
Foto: Edwin Dwi Putranto/Republika
Bersyukur atas nikmat Allah SWT merupakan bagian dari akhlak hamba. Ilustrasi ibadah di rumah.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Manusia hidup harus berakhlak dan beradab. Berakhlak dan beradab bukan hanya ditujukan antar-relasi manusia dengan manusia, tapi juga manusia dengan Allah SWT.

Akhlak dan adab antara manusia dengan Allah juga ditekankan dalam agama. Misalnya, salah satu akhlak dan adab yang diajarkan agama adalah ketika manusia diperintahkan untuk mensyukuri segala nikmat yang diberikan Allah SWT.

Baca Juga

Imam Syekh Abu Bakar Jabir Al Jaza’iri dalam kitabnya berjudul Minhaj Al Muslim menyebutkan, seorang Muslim harusnya melihat segala sesuatu atas nikmat Allah dengan tidak terhingga. Sebab nikmat yang diberikan Allah tidak dapat dihitung bahkan sejak manusia masih berupa nuthfah (air mani).

Bersyukur atas nikmat yang diberikan Allah, baik secara lahiriah maupun batiniah harus dilakukan manusia. Hal itu menurut beliau adalah bagian dari akhlak manusia kepada Allah. 

Ciri-ciri manusia yang bersyukur atas nikmat Allah yaitu lidahnya yang kerap berucap baik dan menyebut asma Allah, serta laku sikapnya selalu dalam ketaatan kepada Allah.

Sedangkan menurut beliau, orang yang kufur nikmat atau mengingkari nikmat Allah sama saja tidak memiliki akhlak kepada Allah. Hal ini sebagaimana yang ditegaskan Allah dalam Alquran. Allah berfirman dalam surat An Nahl ayat 53: 

وَمَا بِكُمْ مِنْ نِعْمَةٍ فَمِنَ اللَّهِ ۖ

“Wa ma bikum min ni’matin, fa minallahi.” 

Yang artinya: “Dan apa saja nikmat yang ada padamu, maka dari Allah-lah datangnya,”. 

Dalam surat Al Baqarah ayat 152, Allah berfirman:

 فَاذْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوا لِي وَلَا تَكْفُرُونِ.

 “Fadzkuruni adzkurkum, wasykuruli wa la takfurun.” 

Yang artinya: “Karena itu, ingatlah kalian kepadaKu niscaya Aku ingat juga kepada kalian. Dan bersyukurlah kepadaKu dan janganlah kalian mengingkariKu."

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يٰبَنِيْٓ اٰدَمَ لَا يَفْتِنَنَّكُمُ الشَّيْطٰنُ كَمَآ اَخْرَجَ اَبَوَيْكُمْ مِّنَ الْجَنَّةِ يَنْزِعُ عَنْهُمَا لِبَاسَهُمَا لِيُرِيَهُمَا سَوْاٰتِهِمَا ۗاِنَّهٗ يَرٰىكُمْ هُوَ وَقَبِيْلُهٗ مِنْ حَيْثُ لَا تَرَوْنَهُمْۗ اِنَّا جَعَلْنَا الشَّيٰطِيْنَ اَوْلِيَاۤءَ لِلَّذِيْنَ لَا يُؤْمِنُوْنَ
Wahai anak cucu Adam! Janganlah sampai kamu tertipu oleh setan sebagaimana halnya dia (setan) telah mengeluarkan ibu bapakmu dari surga, dengan menanggalkan pakaian keduanya untuk memperlihatkan aurat keduanya. Sesungguhnya dia dan pengikutnya dapat melihat kamu dari suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka. Sesungguhnya Kami telah menjadikan setan-setan itu pemimpin bagi orang-orang yang tidak beriman.

(QS. Al-A'raf ayat 27)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement