REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kebijakan pelonggaran likuiditas atau quantitative easing Bank Indonesia berupa injeksi likuitas ke perbankan telah mencapai total Rp 503,8 trililun. Gubernur BI, Perry Warjiyo menyampaikan injeksi likuiditas terus dilakukan untuk menstabilkan pasar.
"Injeksi likuiditas ini dilakukan prosesnya seperti operasi moneter," katanya dalam konferensi virtual, Rabu (6/5).
Pada periode Januari – April 2020, BI telah injeksi sebesar Rp 386 triliun. Diantaranya bersumber dari pembelian SBN di pasar sekunder yang dilepas investor asing sebesar Rp 166,2 triliun, term repo perbankan sebesar Rp137,1 triliun, swap valuta asing sebesar Rp 29,7 triliun, dan penurunan Giro Wajib Minimun (GWM) rupiah di bulan Januari dan April 2020 sebesar Rp53 triliiun.
Injeksi ditambah pada periode Mei 2020 sebesar Rp 117,8 triliun, yang bersumber dari penurunan GWM rupiah sebesar Rp 102 triliun dan tidak mewajibkan tambahan Giro untuk pemenuhan Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM) sebesar Rp 15,8 Triliun.
Perry menyampaikan intervensi pembelian SBN di pasar sekunder membantu menstabilkan rupiah. Seperti pada saat investor panik dan menjual SBN membuat rupiah tembus Rp 17 ribu per dolar AS.
"SBN yang dilepas itu kita beli, jadi sekaligus bisa menambah likuiditas kita, di sisi lain juga agar SBN tidak ngawang-ngawang," katanya.
Jika SBN dilepas tanpa dibeli, maka yield SBN bisa naik tinggi. Kebijakan QE akan dapat memberikan dampak yang efektif ke sektor riil dengan dukungan dari stimulus fiskal. Antara lain melalui implementasi jaring pengaman sosial, insentif industri termasuk subsidi KUR dan program bantuan sosial lainnya serta dukungan rektrukturisasi kredit.