REPUBLIKA.CO.ID, BEKASI - Direktur Eksekutif Migrant CARE Wahyu Susilo mengatakan apa yang dialami oleh para anak buah kapal (ABK) Indonesia di kapal pencari ikan berbendera China adalah bentuk dari pelanggaran hak asasi manusia. Para ABK itu terenggut kebebasannya, bekerja dalam kondisi tidak layak, tidak mendapatkan hak atas informasi, hingga hak yang paling dasar yaitu hak atas hidup pun terenggut.
Hari-hari ini di media sosial dan media massa telah beredar secara viral video yang menggambarkan penderitaan para pekerja migran Indonesia yang bekerja sebagai ABK di kapal pencari ikan Long Xin 605, Long Xin 629 dan Tian Yu 8. Semua berbendera Republik Rakyat Tiongkok. Kapal tersebut beroperasi berpindah-pindah tempat melintasi negara.
Menurut Wahyu kondisi ini makin memperlihatkan kondisi pekerja migran Indonesia, terutama yang bekerja di sektor kelautan, berwajah muram.
"Sebelumnya, seperti yang kita ketahui, ribuan pekerja migran Indonesia yang bekerja sebagai ABK di kapal-kapal pesiar juga menjadi korban penularan Covid-19, baik tertular penyakitnya maupun kehilangan pekerjaannya. Menurut catatan BP2MI, sudah lebih dari 6000 ABK mengalami pemutusan hubungan kerja," ujar Wahyu Susilo dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Kamis.