Jumat 08 May 2020 02:33 WIB

Kualitas Udara Membaik Saat PSBB

Pengurangan jumlah lalu lintas terjadi di beberapa daerah.

Rep: Wilda Fizriyani/ Red: Agus raharjo
Foto udara kawasan Mampang Prapatan di Jakarta, Jumat (1/5). Hingga hari ke-21 pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), Pemprov DKI Jakarta telah menutup sementara 126 perusahaan yang melanggar Pergub tentang Pelaksanaan PSBB.
Foto: ANTARA/Hafidz Mubarak A
Foto udara kawasan Mampang Prapatan di Jakarta, Jumat (1/5). Hingga hari ke-21 pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), Pemprov DKI Jakarta telah menutup sementara 126 perusahaan yang melanggar Pergub tentang Pelaksanaan PSBB.

REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Ada beberapa hal positif selama diterapkannya kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di kota-kota besar seperti Jakarta. Salah satunya terlihat bagaimana kualitas udara semakin baik dan langit kembali berwarna biru.

Guru Besar Bidang Biologi Tanah dan Ekologi Perakaran, Universitas Brawijaya (UB) Profesor Kurniatun Hairiah mengetahui pasti PSBB pada dasarnya untuk menekan laju penyebaran Covid-19. Namun aturan ini ternyata mampu meenurunkan konsentrasi NO2 secara signifikan.

"Efek PSBB ini membuat langit di beberapa daerah di Indonesia kembali berwarna biru. Hal ini tentunya karena pada umumnya pandemi Covid-19 banyak terjadi di daerah dengan tingkat polusi udara yang tinggi," katanya dalam keterangan pers, Kamis (7/5) malam.

Berdasarkan data World Health Organization (WHO), pengurangan jumlah lalu lintas terjadi di beberapa daerah termasuk di Wuhan, Cina. Kebijakan lockdown terhadap 11 juta masyarakat di sana mampu menurunkan konsentrasi NO2 secara signifikan. Efek ini semakin terlihat apabila menyaksikannya melalui peta satelit.

"Bisa dilihat pada perbedaan warna langit pada pada bulan Januari dan Februari. Jika pada Januari warna langit berwarna oranye atau merah, maka pada bulan Februari warnanya langit sudah menjadi biru," ujar dia.

Di sisi lain, Kurniatun tak menampik, kebijakan PSBB berdampak buruk pada sektor ekonomi. Di beberapa kota besar telah terjadi pengangguran besar-besaran. Begitu pula masyarakat pedesaan harus bertahan hidup meski produksi pertanian menurun.

Kurniatun mendorong pemerintah memperketat pengawasan terhadap penimbunan bahan pokok dan pendistribusian pangan secara merata. Hal ini terutama di daerah terpencil sehingga ketahanan pangan di Indonesia bisa bertahan lama. Ditambah lagi, pemerintah juga harus menjaga stabilitas harga pangan.

Untuk menjaga stabilitas pertanian berkelanjutan, Kurniatun menilai, perlunya sebuah kebijakan penting. Dalam hal ini untuk melindungi rumah tangga pertanian. Salah satunya dengan memutus rantai bisnis dengan tengkulak.

Hal serupa juga diungkapkan Wakil Dekan Bidang Akademik, Fakultas Pertanian (FP) UB, Sujarwo. Dia berpendapat peran pemerintah sangat dibutuhkan untuk menjaga ketahanan pangan nasional. Ketahanan pangan tidak bisa diserahkan hanya pada masyarakat tapi juga pemerintah.

Sujarwo mencontohkan dimana pemerintah bisa membeli hasil panen petani pada Maret sampai Mei. Pemerintah juga dapat memanfaatkan hasil sektor perikanan yang biasanya didistribusikan untuk ekspor. Hal yang pasti, kata dia, proyek kemanusiaan untuk menjaga ketahanan pangan nasional harus dilakukan di semua sektor, baik pada bidang perikanan, peternakan, ataupun pertanian.

"Pemerintah harus membeli hasil panen warga dan bukan sektor swasta. Hal ini untuk semata-mata untuk menjaga pendistribusian pangan di seluruh wilayah Indonesia," tegasnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement