REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mustahik atau orang-orang yang berhak menerima zakat memiliki delapan golongan, salah satunya golongan fakir. Syekh Allamah Muhammab bin Umar an-Nawawi al-Banteni dalam Kitab Syarah Kasyifah as-Saja Fi Syarhi Safinah an-Naja menjelaskan pengertian fakir.
Syekh Nawawi menjelaskan, pengertian fakir adalah orang yang tidak memiliki harta yang halal dan pekerjaan yang halal. Yang dimaksud dengan pekerjaan di sini adalah pekerjaan mencari nafkah untuk kehidupan. Pengertian fakir lainnya adalah orang yang memiliki harta halal, tetapi hartanya tidak dapat mencukupi kebutuhannya seumur hidup ketika hartanya dibelanjakan.
Ukuran seumur hidup disesuaikan pada umumnya orang-orang hidup, menurut pendapat muktamad adalah 60 tahun. Namun, yang dimaksud adalah kecukupan kebutuhan hidup sisa umur dari 60 tahun. Misalnya, usianya sudah 40 tahun maka yang dihitung adalah 20 tahun sebagai sisa dari usia 60 tahun.
Misalnya, kebutuhan untuk kehidupan sehari 10 dirham, tetapi setiap hari hanya mendapat empat dirham atau kurang, maka termasuk orang fakir. Namun, bila pendapatan hartanya memenuhi setengah kebutuhannya per hari, orang ini bukan disebut fakir melainkan miskin.
Orang yang memiliki pekerjaan halal dan layak, tetapi hasil pekerjaan tersebut tidak dapat memenuhi kebutuhannya per hari serta pendapatannya kurang dari setengah kebutuhannya per hari, mereka juga termasuk tergolong fakir.
Pengertian fakir yang terakhir, orang yang memiliki harta dan pekerjaan yang halal, tetapi harta yang telah dikalkulasi untuk kebutuhan seumur hidup ditambah dengan hasil pekerjaannya per hari tidak mencapai setengah dari kebutuhan hidup per hari. Mereka juga disebut fakir.
Namun, menurut Syekh Nawawi, seseorang tidak masuk dalam kategori fakir atau miskin jika kebutuhannya telah terpenuhi karena nafkah dari suami atau kerabat, yaitu orang-orang yang wajib memberi nafkah kepadanya seperti ayah dan kakek dan bukan paman.