REPUBLIKA.ID -- Oleh: Dini Kusmana Massabuau, Jurnalis Tinggal di Prancis
Setelah polemik Festival Cannes edisi-73 akan ditunda dari bulan Mei ke bulan September atau Oktober akhirnya panitiamemutuskan Festival film bergengsi ini tidak memungkinkan untuk dilaksanakan tahun 2020. Hal ini karena kondisi pendemi yang terlalu riskan dari segi kesehatan.
Bukan hal yang mudah memang untuk mengatur sebuah festival tingkat internasional seperti Festival film cannes yang selalu penuh dengan lautan manusia. Tidak hanya di depan gedung festival namun hingga ke sudut kota.
Para selebritas yang datang dan menginap di hotel berbintangpun akan menjadi incaran dari mulai paparazzi hingga penggemar mereka yang rela menunggu selama berjam-jam demi melihat wajah asli dan mendapatkan jepretan yang bisa menjadi kenangan hingga dijual.
Lebih dari 10 tahun saya meliput festival ini dan suasana setiap harinya layaknya sebuah pesta kota. Kota Cannes yang biasa tenang dengan lautanya yang biru berubah menjadi lautan manusia. Selama Festival berlangsung kami para jurnalis diminta untuk bisa menjaga keprofesionalisme dan juga stamina kami. Karena pemutaran film di mulai pukul 8.30 hingga tengah malam.
Dan berbagai acara penting yang harus didatangi juga berlangsung dari pagi hingga malam. Untuk setiap acara biasanya harus mengantri mulai 30 hingga 1 jam lamanya sebelum bisa memasuki ruangan. Karena itu, penting bagi setiap jurnalis untuk menjaga stamina mereka.
Selama festival berlangsung, hotel-hotel akan sudah di reservasi sejak beberapa bulan sebelum acara padahal harga menjadi melambung. Bahkan rumah pendudukpun bisa dijadikan tempat mata pencaharian. Sewa kamar di rumah penduduk saja selalu diincar. Selama 10 tahun itu beruntung saya selalu bisa menginap di rumah salah satu keluarga warga indonesia atau salah satu sanak keluarga mereka.
Pusat festival memang di kota Cannes, namun pinggiran Cannes akan menjadi incaran bagi mereka yang ikut meramaikan acara. Dari mulai panitia hingga para peserta, mereka biasanya akan menginap di luar Cannes. Hal ini dikarenakan harga di Cannes yang sulit dijangkau. Jadi bisa dibayangkan selama 12 hari berjalannya festival ini akan sulit bagi panitia dan pemerintahan daerah itu sendiri untuk bisa mengontrol dari segi kesehatan.
Belum lagi di ruangan cinema, misalnya ruang utama yaitu Louis Lumière dengan 2300 kursi, auditorium ini digunakan sebagai pemutaran film utama dan pilihan dan di tempat inilah kebanyakan para artis dan kru film datang untuk mempromosikan karya mereka. Di depan Théâtre Lumière ini juga para paparazi setiap harinya selama berhari-hari manteng di depan gedung, bahkan mereka sudah menaruh kursi, tangga dan beberapa keperluan lainnya yang mereka tinggalkan terkunci gembok agar orang lain tidak bisa mengambilnya. Dan di depan gedung inilah biasanya selebritas dunia turun dari model melenggang di atas karpet merah bersinar dan kesilauan karena jereptan para photographe.
Festival ini juga setiap tahunnya menarik hingga 60.000 pengunjung, 5000 jurnalis dari berbagai negara. Pada tahun 2019 saja, festial ini menarik 12.527 peserta dari 121 negara dan perwakilan, 5.528 perusahaan film yang menawarkan film dan proyek perfileman mereka. Bisa dibayangkan bagaimana jumlah yang begitu banyak saling berkeliaran di dalam dan luar tempat festival. Hal yang sulit bagi para panitia dan pemerintahan daerah untuk mengaturnya.
Pasar film digital untuk menyelamatkan Festival Film Cannes
Pasar film Cannes adalah yang terbesar di dunia dan menghasilkan 750 juta euro dari keuntungan ekonomi untuk industri bioskop setiap tahun. Setengah dari film yang dirilis di bioskop di seluruh dunia dibeli di sini di pasar film Cannes. Tahun lalu, hampir 1.000 film ditawarkan kepada 12.000 profesional.
Oleh karena itu platform ini akan dibuka mulai 22-26 Juni dan akan memungkinkan bagi pesertanya untuk menonton film pada waktu tertentu, tetapi juga membuat janji temu atau menghadiri konferensi. Harga pendaftaran untuk para profesional di sektor ini adalah € 95.
Pasar film diputuskan untuk tetap diadakan karena merupakan salah satu cara untuk menyelamatkan dunia film.
Berharap semoga pendemi Covid-19 yang sudah membuat dunia menjadi banyak mengalami kerugian secara ekonomi dan jiwa bisa segera berakhir.