REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Politikus Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Achmad Baidowi menilai diperbolehkannya perjalanan berbagai transportasi mengangkut orang jelas membuat pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Berskala Besar (PSBB) di sejumlah daerah menjadi tidak maksimal. Tak menutup kemungkinan pelonggaran transportasi itu berpotensi menjadi gelombang penyebaran Covid-19 jilid dua.
"Dalih Menhub bahwa tidak ada perubahan aturan hanya penjabaran aturan, hanyalah retorika belaka. Sebab substansinya sama bahwa perjalanan orang diperbolehkan. Pelaksanaan yang berubah-ubah tersebut membuat masyarakat bingung dan terkesan ketidaktegasan dalam menerapkan sejumlah aturan," keluh Baidowi dalam pesan singkatnya, Jumat (8/5).
Di samping itu berdasarkan pengalaman yang terjadi di lapangan, tingkat kesadaran masyarakat untuk aktif melapor Covid-19 tentu akan menyulitkan deteksi penyebaran. Maka dengan adanya kelonggaran akses transportasi ini, harus diwaspadai penyebaran kembali Covid-19. Jika ini terjadi, maka pemerintah yang paling disalahkan bukan masyarakatnya.
"Jika alasannya untuk pebisni, atau pejabat, seberapa banyak mereka? Bukankah bisa diklaster perjalanan pada waktu-waktu tertentu, tidak dibebaskan waktunya seperti sekarang," tutur Baidowi.
Kembalinya mobilitas warga dari satu kota ke kota lain membuat imbauan physical distancing yang dilakukan selama ini menjadi tak terlalu bermakna. Kalaupun ada pemeriksaan kesehatan bagi penumpang sebelum berangkat, masa inkubasi Covid-19 adalah selama 14 hari.
"Mengingat kejadian pertama kali masuknya virus tersebut ke Indonesia dari seorang WNA yang sama sekali tidak terdeteksi di bandara. Ini harus menjadi pembelajaran. Terlebih perjalanan darat yang kontrol pemeriksaannya sedikit longgar," tutup Baidowi.