REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Amerika Serikat (AS) mengeluarkan peraturan baru pada Jumat (8/5) yang memperketat pedoman pemberian visa bagi para wartawan China. Aturan baru itu merupakan jawaban atas perlakuan jurnalis AS di China.
Perubahan aturan itu muncul di tengah ketegangan antara kedua negara atas perkara pandemi global corona. AS dan China terlibat dalam serangkaian aksi balas dendam yang mengikutsertakan para wartawan dalam beberapa bulan terakhir.
Pada Maret China mengusir para wartawan AS dari tiga koran Amerika, sebulan setelah AS mengatakan pihaknya akan mulai memperlakukan lima entitas media yang dijalankan negara China dengan wilayah liputan di AS sama seperti kedutaan besar negara asing.
Sehari setelah keputusan AS atas entitas media yang dijalankan negara itu, Beijing mengusir tiga koresponden Wall Street Journal, dua orang warga Amerika dan satu warga Australia setelah terbitnya kolom opini yang dikecam oleh China sebagai rasis.
Dalam mengeluarkan regulasi baru pada Jumat, Departemen Keamanan Dalam Negeri (DHS) menyebut soal "penindasan terhadap jurnalisme independen" yang berlangsung di China.
Regulasi yang akan berlaku pada Senin itu membatasi visa untuk para wartawan China untuk masa berlaku 90 hari, dengan pilihan perpanjangan. Visa seperti ini biasanya tanpa dibatasi masa berlakunya dan tak perlu perpanjangan kecuali bila sang pekerja pindah ke perusahaan atau media berbeda.
Pejabat senior DHS yang tak ingin disebut namanya untuk perkara itu mengatakan aturan baru itu memungkinkan departemennya meninjau ulang permintaan visa wartawan China lebih kerap dan akan memungkinkan mengurangi jumlah keseluruhan wartawan China di AS.
"Ini akan menciptakan perlindungan keamanan nasional lebih besar," kata pejabat itu.
DHS mengatakan, aturan baru itu tak berlaku bagi wartawan dengan paspor Hong Kong dan Macau, dua wilayah semi otonom China.
Ketegangan antara AS dan China meningkat beberapa bulan terakhir ini saat corona melanda dunia, membunuh lebih 269 ribu orang seluruh dunia hingga kini, menurut hitungan Reuters.
Presiden Trump mengatakan virus corona mungkin berasal dari laboratorium virologi China tapi tak menyodorkan bukti, sehingga memicu ketegangan dengan Beijing mengenai asal usul wabah mematikan itu. China membantah tuduhan itu. Sebagian besar ahli percaya virus itu berasal dari pasar yang menjual hewan liar di Wuhan.