REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sudah sesuaikah cara kita makan, menjalin persahabatan, atau berpakaian dengan teladan Nabi SAW? Sudahkah kita mengecek kehalalan rezeki yang kita siapkan untuk keluarga tercinta? Tidakkah di sana ada terselip barang meragukan ( syubhat)?
Berbagai pertanyaan yang merupakan akhlak keseharian tersebut dapat diperoleh jawabannya dengan membaca dan mempelajari kitab Ihya ‘Ulumiddin Jilid 3: Akhlak Keseharian. Buku ini, yang merupakan bagian dari rencana sembilan jilid yang akan diterbitkan oleh Republika Penerbit, menguraikan tentang akhlak keseharian. Ada sembilan adab yang dikupas dalam buku ini, yakni makan, pernikahan, bekerja dan mencari penghidupan, halal dan haram, menjalin hubungan dengan orang lain, ber-‘ uzlah, bepergian jauh, bermain musik dan menyanyi, dan amar ma’ruf nahi munkar. Penjelasan seputar akhlak keseharian ini ditutup dengan uraian seputar akhlak Rasulullah SAW yang dikenal dan diakui sangat mulia dan agung.
Ihya ‘Ulumiddin akan memandu para pembacanya menemukan jalan yang benar sesuai dengan petunjuk dan teladan Rasulullah SAW. Membaca kitab tersebut, khususnya jilid 3 yang mengupas mengenai akhlak keseharian, akan mendorong para pembacanya untuk berusaha menerapkan prinsip-prinsip hidup sehari-hari dengan senantiasa mencontoh keteladanan Rasulullah SAW.
Ambil contoh bagian ke-12 tentang adab pernikahan. Ada tiga bab di dalam nya, yakni rahasia di seputar pernikahan, adab yang harus dijaga dalam proses pernikahan, dan adab menjalani hidup dalam pernikahan. Menyimak pembahasan dalam bagian ini, pembaca akan disadar kan betapa pernikahan dalam Islam merupakan sesuatu yang diperintahkan, indah, suci, menjadi ladang amal saleh, dan salah satu sumber kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
Salah satu tujuan pernikahan dan memiliki keturunan adalah untuk mencari keberkahan dengan doa dari anakanak yang saleh dan salehah sesudah orang tua meninggal dunia. “Apabila anak itu seorang yang saleh, kedua orang tuanya akan mendapatkan pahala atas semua amal dan doa yang dipanjatkan oleh anak tersebut. Seolah-olah anak itu merupakan upah atau pendapatan ( income) pasif bagi kedua orang tuanya.” (hlm 49)
Al-Ghazali mengutip banyak sekali hadis Rasulullah SAW yang menegaskan tentang keutamaan pernikahan, termasuk di dalamnya keutamaan memberikan nafkah kepada keluarga. Misalnya, “Apa yang dibelanjakan oleh seseorang untuk keluarganya adalah sedekah. Sekalipun ia hanya memberikan sepotong makanan untuk dikonsumsi oleh istrinya, niscaya akan mendapatkan pahala.” (HR Bukhari-Muslim) (hlm 56).
Salah satu pembahasan yang sangat penting dalam jilid 3 ini adalah bagian ke-14, yakni tentang rezeki halal dan haram. Bagian ini mengandung tujuh bab, antara lain, keutamaan rezeki yang halal, berbagai tingkatan atas halalnya rezeki, membersihkan harta halal dari harta haram, batasan atas rezeki yang halal dan haram, serta menjaga bercampurnya harta halal dan haram.
Ihya’ Ulumiddin diakui sebagai karya besar, bahkan menjadi magnumopusnya Al-Ghazali, yang menjadi rujukan kaum Muslimin di seluruh dunia. Imam Nawawi, ulama dan penulis kitab Riyadhush Shalinin, menegaskan, “Jika semua kitab Islam hilang dan yang tersisa hanya Ihya ‘Ulumiddin, ia dapat mencukupi semua kitab yang hilang tersebut.”