Sabtu 09 May 2020 21:52 WIB

ICW Sebut Evaluasi KPK tak Relevan

KPK berwenang memerintahkan instansi terkait melarang seseorang bepergian ke luar.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Agus Yulianto
Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana.
Foto: Republika TV/Havid Al Vizki
Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia Corruption Watch (ICW) menyebut tidak relevan bila alasan KPK terkait  potensi tersangka korupsi masuk daftar pencarian orang (DPO), akibat diumumkan terlebih dulu status tersangka dalam konferensi pers. Hal tersebut menanggapi pernyataan Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango yang menyebut lembaganya sedang melakukan evaluasi ihwal hal tersebut. 

"Mengaitkan pengumuman penetapan tersangka oleh KPK dengan potensi pelaku kejahatan korupsi melarikan diri sebenarnya tidak relevan," kata Peneliti ICW, Kurnia Ramadhan, Jumat (8/5).

Alasan tidak relevan KPK, kata Kurnia, lantaran sebelum disampaikan kepada publik status tersangka, KPK pastinya terlebih dulu mengirimkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan atau (SPDP) kepada pihak yang akan ditetapkan tersangka sebelum diumumkan kepada publik. Bahkan, aturan tersebut sesuai dengan mandat Putusan Mahkamah Konstitusi tahun 2015 yang lalu saat menguji Pasal 109 ayat (1) KUHAP.

Pengumuman penetapan tersangka pada dasarnya merupakan Pasal 5 UU KPK yang berbunyi : Dalam menjalankan tugas dan kewenangannya KPK berasaskan pada nilai keterbukaan, akuntabilitas, dan kepentingan umum. Sederhananya, konferensi pers penetapan tersangka merupakan bagian tanggungjawab KPK terhadap publik.

Terkait adanya potensi tersangka dapat melarikan diri, kata Kurnia, Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango seharusnya memahami bahwa ada UU KPK untuk mencegah seseorang melarikan diri.

KPK dapat menggunakan ketentuan Pasal 12 ayat (2) huruf a UU KPK. Pasal ini menjelaskan bahwa KPK berwenang memerintahkan kepada instansi terkait untuk melarang seseorang bepergian ke luar negeri.

"Jadi, kalau dirasa seorang tersangka berpotensi melarikan diri ya KPK tinggal gunakan saja ketentuan itu," ungkap Kurnia

Kurnia memaklumi terkait bertambahnya kembali buronan KPK yang masuk dalam daftar pencarian orang (DPO). Itu pun karena ulah KPK era Firli Bahuri Cs sendiri. 

"Sedari awal saat yang bersangkutan menjabat sebagai Ketua KPK, praktis tidak ada prestasi yang dapat dibanggakan. Narasi penguatan KPK yang selama ini diucapkan hanya omong kosong belaka," tegas Kurnia

Terkait gembor-gembor Firli Bahuri Cs, mengenai kerja senyap KPK, kata Kurnia, tim penindakan KPK memang tidak ada yang bekerja. "Dugaan kami memang dalam sektor penindakan KPK di era Firli Bahuri tidak melakukan apa-apa, maka dari itu disebut senyap," ujar Kurnia

Maka itu, ICW meminta KPK era Firli Bahuri jangan sampai salahkan sistem di KPK yang sudah sejak pimpinan KPK dahulu terapkan.

"Mungkin memang model dan cara kepemimpinannya saja yang keliru, bukan sistemnya," tegas Kurnia

Sebelumnya, Nawawi menyatakan, lembaganya saat ini sedang mengevaluasi praktik bidang penindakan agar tak ada lagi tersangka yang melarikan diri. Salah satu yang sedang dipertimbangkan, yakni menangkap tersangka sebelum statusnya diumumkan. 

"Ini yang coba kami evaluasi dan benahi, dengan memulai model, saat pengumuman tersangka, tersangka sudah ditangkap terlebih dahulu. Saat diumumkan statusnya, langsung dimulai dengan tindakan penahanan. Ini model yang mulai coba dilakukan untuk meminimalisir banyaknya tersangka yang melarikan diri dan ujungnya di DPO," kata Nawawi dalam pesan singkatnya, Jumat (8/5).

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement