Senin 11 May 2020 08:48 WIB

Imam Syafi'i: Keutamaan Tuan Rumah Jadi Imam Shalat

Imam Syafii memakruhkan seseorang diimami oleh orang lain tanpa perintahnya

Ahmad Fauzi (kanan) bersama keluarganya melaksanakan shalat tarawih di rumahnya di kawasan Jati Padang, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Senin (27/4). Pemerintah mengimbau umat muslim untuk melaksanakan shalat tarawih selama bulan suci Ramadan dilakukan  di rumah  masing-masing saat pandemi COVID-19 guna mencegah penyebaran COVID-19
Foto: Republika/Thoudy Badai
Ahmad Fauzi (kanan) bersama keluarganya melaksanakan shalat tarawih di rumahnya di kawasan Jati Padang, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Senin (27/4). Pemerintah mengimbau umat muslim untuk melaksanakan shalat tarawih selama bulan suci Ramadan dilakukan di rumah masing-masing saat pandemi COVID-19 guna mencegah penyebaran COVID-19

REPUBLIKA.CO.ID, Di dalam kitabnya Al Umm, Imam Syafi'i mengisahkan, sekelompok orang diantara para sahabat Rasulullah SAW berada di sebuah rumah milik salah satu dari mereka.

Ketika waktu shalat datang, si tuan rumah meminta seorang dari mereka untuk menjadi imam. Orang yang diminta itu berkata, "Majulah engkau karena engkau yang paling berhak menjadi imam di rumahmu." Tuan rumah itu pun maju.

Imam Syafii pun menjelaskan, adanya keutamaan tuan rumah menjadi imam di rumahnya sendiri. Imam Syafii memakruhkan seseorang diimami oleh orang lain tanpa perintahnya. Adapun jika itu dilakukan dengan perintahnya maka itu merupakan bentuk tindakan meninggalkan haknya atas keimanan.

Keutamaan lain, yakni pengetahuan dalam fikih, kemampuan membaca Alqur'an dan usia. Rasulullah bersabda, "Shalat lah kalian seperti kalian melihat aku shalat. Jika waktu shalat tiba maka hendaklah seorang dari kalian melakukan azan, dan hendaklah yang paling tua di antara kalian mengimami kalian."

Dalam menyikapi hadis ini, Imam Syafii menjelaskan, mereka adalah satu kaum yang datang bersama-sama. Kualitas bacaan dan kefakihan mereka pun sama. Mereka lantas menunjuk pemimpin atau mereka diimami oleh orang yang paling tua di antara mereka; yang dengan senioritasnya itu dia menjadi yang paling tepat untuk memimpin mereka.

photo
Shalat Tarawih Berapa Rakaat - (Pusat Data Republika)

Berdasarkan prinsip ini, Imam Syafii menjelaskan tentang pertimbangan satu kelompok untuk menunjuk imam. Pertimbangan ini diambil ketika ada satu kaum berkumpul di satu tempat tanpa ada wali di antara mereka dan tak berkumpul di kediaman salah satu dari mereka. Hendak nya, mereka mengedepankan orang yang paling baik bacaannya, paling fakih, dan paling tua di antara mereka.

Jika semua sifat itu tak terhimpun pada seorang pun dari mereka, mereka harus memilih orang yang paling fakih. Dengan catatan, orang itu memiliki kemampuan membaca yang cukup bagi sahnya shalat.

Mereka bisa mengesampingkan faktor usia jika ada orang yang lebih fakih dan lebih baik bacaan Alquran. Faktor tambahan lainnya jika semua itu ada--fakih, baca Alquran dan senioritas--maka mereka bisa mempertimbangkan nasab terbaik. Imam Syafii beralasan, perkara menjadi imam adalah perkara kedudukan terhormat. Ini sesuai dengan sabda Rasulullah SAW. "Dahulukanlah orang Quraisy dan janganlah kalian mendahului mereka."

Meski, jika tidak ada orang dengan nasab terbaik maka faktor fakih dan kemampuan baca Alquran yang menjadi pertimbangan. Dalam hal ini, Imam Syafii menjelaskan, budak pun bisa menjadi imam kalau dia adalah orang paling fakih di antara semua yang hadir. Wallahu a'lam.

sumber : Pusat Data Republika
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement