REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) memberi keringanan bagi perbankan dalam membayar premi penjaminan sepanjang semester II tahun ini. Keringanan tersebut berupa penghapusan denda bagi yang terlambat membayar premi.
"Dengan adanya (keringanan) ini maka perbankan yang terlambat membayar premi tidak dikenakan denda," kata Ketua Dewan Komisioner LPS, Halim Alamsyah, saat mengikuti konferensi pers virtual Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), Senin (11/5).
Halim menjelaskan, kelonggaran pembayaran premi ini dalam rangka memberi ruang gerak bagi perbankan nasional. Menurut Halim, relaksasi ini mulai berlaku pada Juli mendatang hingga akhir tahun ini.
Secara umum, Halim mengakui, Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan nasional mengalami perlambatan seiring melambatnya aktivitas ekonomi akibat pandemi Covid-19. Berdasarkan data terbaru, DPK saat ini tumbuh lebih rendah yaitu sebesar 7,98 persen dibandingkan Maret lalu sebesar 9,66 persen.
Selain itu, pada akhir kuartal pertama tahun ini deposito rupiah juga rata-rata turun 28 bps menajdi 5,50 persen. Menurut Halim, kondisi ini terus turun selama April hingga awal Mei. Hal yang sama juga terlihat pad suku bunga valas yang juga turun 1,01 persen.
Begitu juga dengan pertumbuhan rekening giro yang mengalami perlambatan sebesar 9,77 persen secara yoy pada April 2020. Meski demikian, lanjut Halim, masih ada komponen lain yang tetap mengalami pertumbuhan yaitu komponen tabungan.
"Tabungan tumbuh 10,2 persen yoy dibanding 9,5 persen pada Maret maupaun 8,11 persen pada April," terang Halim.
Halim menegaskan, secara umum kepercayaan masyarakat masih tinggi dalam mempercayakan dana mereka untuk disimpan di industri perbankan nasional. LPS saat ini masih terus memantau situasi DPK, tren penurunan suku bunga serta likuiditas di sistem perbankan.