REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ibadah puasa Ramadhan sangat erat hubungannya dengan keshalehan, bahkan ulama berpendapat puasa adalah proses pembentukan keshalehan sosial. Umat Islam dilatih agar semakin peka simpati dan empatinya dengan berpuasa di bulan suci Ramadhan.
Cendekiawan Muslim, Prof KH Didin Hafidhuddin menjelaskan, saat berpuasa seseorang tidak makan dan minum mulai dari terbit fajar sampai terbenam matahari. Tentu orang yang melaksanakan ibadah puasa merasa haus dan lapar.
"Orang yang merasakan haus dan lapar saat berpuasa karena disengaja, tapi sebenarnya banyak orang yang haus dan lapar karena tidak bisa mendapat makanan meski tidak sedang puasa," kata KH Didin kepada Republika belum lama ini.
Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (Wantim MUI) ini menerangkan, proses puasa menghantarkan seseorang untuk bisa lebih simpati dan empati kepada orang lain dengan cara mempraktikannya. Yakni dengan cara merasakan haus dan lapar saat puasa Ramadhan.
Sehingga umat Islam tidak akan pernah membiarkan orang lain kelaparan dan kesusahan. Karena melaksanakan puasa Ramadhan akan membuat simpati dan empati seseorang semakin peka.
"Itulah salah satu hikmah dari ibadah puasa, melahirkan kesadaran sosial yang tinggi, bukan sekedar melahirkan keshalehan secara pribadi saja asal ibadahnya bagus dan tidak ada masalah dalam memenuhi kebutuhan pribadi," ujarnya.
KH Didin mengatakan, saat puasa Ramadhan seseorang berlatih menjadi orang lain atau merasakan penderitaan orang lain yang kelaparan. Sehingga akan menyadari bahwa orang yang lapar perlu dibantu. Anak yatim, orang miskin dan lemah perlu dibantu.
Begitu besar pahala bagi orang yang memperhatikan dan membantu orang lain. Dalam sebuah hadis disampaikan bahwa jika seorang Muslim memberikan makanan kepada orang yang berpuasa untuk berbuka puasa. Maka pahalanya seperti orang yang berpuasa.
Ia menerangkan, sudah menjadi tradisi sejak zaman sahabat Nabi Muhammad SAW, orang berlomba-loba ingin memberikan makanan untuk berbuka puasa. "Jadi puasa adalah proses pembentukan keshalehan sosial secara konkret karena merasakan betapa beratnya mengalami kehausan dan kelaparan," jelas KH Didin.
Menurutnya, puasa Ramadhan juga melatih diri menjadi orang yang pemurah, suka infak dan sedekah. Maka usahakan setiap hari memberikan infak dan sedekah kepada mereka yang membutuhkan.
Kalau umat Islam mengedepankan tangan di atas, maka akan memiliki harga diri dan kekuatan mental. Sayangnya banyak orang yang tidak biasa memberi, justru banyak orang yang lebih senang meminta.
"Harusnya umat Islam menjadikan kegiatan berbagi dan berinfak sebagai sebuah kesenangan dan kebutuhan, bahkan harus menjadi gaya hidup umat Islam," ujarnya.
KH Didin mengingatkan, Rasulullah orang yang sangat pemurah, saat Ramadan lebih pemurah lagi. Rasulullah digambarkan seperti angin saat bersedekah, ketika ada orang yang meminta segera diberi oleh Rasulullah. "Katakanlah Rasulullah hanya punya uang sedikit, ada yang minta, segera diberi sampai tak punya apa-apa," katanya.
Ia menegaskan, orang yang suka berinfak tidak akan susah hidupnya, kalau ada masalah selalu ada jalan keluar yang diberikan Allah. Jangan berpikir dengan berinfak dan bersedekah harta akan berkurang. "Justru dengan berinfak dan bersedekah kita mengundang rezeki yang akan diberikan Allah," jelasnya.