REPUBLIKA.CO.ID, oleh Sapto Andika Candra, Rr Laeny Sulistyawati
Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Doni Monardo, Senin (11/5) menyatakan, Indonesia akan memasuki kondisi normal baru atau yang kerap disebut new normal bagi masyarakatnya dalam berkegiatan sehari-hari. Gugus Tugas menilai, kurva penambahan kasus positif secara nasional memang mulai menunjukkan perlambatan secara mingguan.
Pada saat ini, kata Doni, pemerintah tentu tetap memprioritaskan kesehatan dalam penanganan Covid-19. Namun di sisi lain, ujarnya, pemerintah berkewajiban mengupayakan kesejahteraan ekonomi warganya termasuk dengan mencegah terjadinya PHK.
Atas alasan itu, pemerintah berencana mengizinkan masyarakat berusia di bawah 45 tahun untuk kembali beraktivitas secara normal. Menurut Doni, kelompok usia di bawah 45 tahun memiliki kerentanan tertular Covid-19 yang lebih rendah dibanding kelompok masyarakat dengan usia di atasnya.
Saat Indonesia mulai masuk dalam kondisi new normal, Doni berpandangan, masyarakat tetap diminta menjalankan protokol kesehatan dalam kegiatan sehari-hari. Termasuk dengan menjaga jarak, mengenakan masker, dan rajin mencucui tangan.
"Apabila ini semua sudah bisa dipahami seluruh masyarakat maka diharapkan bangsa kita bisa memulai kehidupan dengan new normal," jelasnya.
Ketua Tim Pakar Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito menambahkan, secara umum kurva penambahan kasus positif secara nasional memang mulai menunjukkan perlambatan secara mingguan. Ia mengingatkan, bahwa kurva penambahan kasus ini harus dilihat secara mingguan, bukan harian, untuk menunjukkan tren yang lebih jelas.
"Dilihatnya laju kasusnya ini berdasarkan kasus mingguan, dari 10 provinsi terbanyak di Indonesia. Memang sempat di April meningkat, sempat melandai sedikit. Jadi sebenarnya yang dimaksud kurva melandai ini adalah sebuah tren yang dilihatnya tak bisa harian namun mingguan," ujar Wiku.
Wiku menyebutkan, apabila tren mingguannya terus menurun secara konsisten, maka itulah yang disebut kurva penambahan kasus positif mulai melandai.
"Kurvanya tidak melandai, namun konteks laju penambahannya yang menurun. Otomatis jumlah kumulatif stagnan dan landai," katanya.
Kondisi penambahan kasus di setiap daerah pun masih dinamis. Wiku menyebutkan, DKI Jakarta justru menunjukkan penambahan kasus yang masih fluktuatif dengan kenaikan dan penurunan yang terus berubah-ubah. Menurutnya, kenaikan kasus secara signifikan di DKI Jakarta disebabkan jangkauan pemeriksaan spesimen yang semakin meluas.
"Lalu Jawa Barat, sempat menurun bagus, namun naik lagi sepekan lalu. Ini harusnya menjadi alat navigasi. Satu data penting sekali untuk tunjukkan tren. Dan kalau beberapa aktivitas ekonomi dibuka, dasarnya harus melihat per daerah bukan hanya nasional. Itu konteksnya dari kurva melandai," kata Wiku.
Berdasarkan data yang dimiliki Gugus Tugas, tren penambahan kasus konfirmasi positif Covid-19 secara nasional masih menunjukkan peningkatan. Namun ada pola di setiap daerah bisa berbeda-beda. DKI Jakarta misalnya, sebagai provinsi yang menjalankan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) pertama kali pada 10 April lalu, menunjukkan penurunan tren penambahan kasus.
Dilihat pada data yang dirilis pemerintah pada 10 April 2020, jumlah kasus positif Covid-19 di DKI Jakarta berkontribusi terhadap 49,9 persen atau separuh dari seluruh kasus positif di Indonesia. Sebulan kemudian, pada 10 Mei 2020, porsi kasus positif di Jakarta terhadap keseluruhan kasus nasional menurun menjadi 36,9 persen.
Berbeda halnya dengan ibu kota, penambahan kasus di daerah justru menunjukkan peningkatan. Di Jawa Timur misalnya, pada 10 April 2020 lalu porsi jumlah kasus positif di provinsi tersebut terhadap jumlah kasus nasional sebesar 7,2 persen. Sebulan setelahnya, pada 10 Mei 2020, porsi kasus positif Covid-19 di Jatim terhadap jumlah kasus nasional naik menjadi 10,7 persen.
Hal serupa juga terjadi di Sumatra Barat. Pada 10 April 2020, porsi kasus positif di Sumbar terhadap jumlah kasus nasional hanya 0,8 persen dengan 31 kasus positif saat itu. Namun pada 10 Mei 2020, jumlah kasus positif di Tanah Minang mencapai 299 orang dengan porsi 2,1 persen terhadap keseluruhan kasus nasional.
Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menegaskan kasus orang yang terinfeksi Covid-19 di Indonesia terus bertambah, bahkan antara 300 hingga 500 kasus baru per hari. Artinya, klaim bahwa kasus mulai menurun tidaklah benar.
Menurut Ketua Umum Pengurus Besar IDI Daeng M Faqih, kalau kasus positif Covid-19 terus meningkat artinya total kasusnya masih bertambah.
"Jadi belum tahu kapan puncak (Covid-19), apalagi landai," ujarnya saat dihubungi Republika, Ahad (10/5).
Apalagi, dia melanjutkan, data penambahan kasus berdasarkan data yang berasal dari pemerintah. Data itu, dia melanjutkan, menunjukkan kasus positif Covid-19 masih terus meningkat. Padahal, IDI khawatir kalau kasusnya terus naik, jumlah pasien akan banyak sedangkan fasilitas pelayanan kesehatan terbatas.
"Akibatnya nanti saudara kita yang terinfeksi Covid-19 tidak tertangani di rumah sakit, kan kasihan. Apalagi mereka harus mendapatkan terapi dan dicegah supaya tidak menular," katanya.
Faqih meminta pemerintah perlu hati-hati dan terus berupaya memperlambat penambahan kasus. Ia menambahkan, social distancing dan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) harus diperketat sebagai upaya untuk memperlambat bertambahnya kasus.
"Kalau tidak, IDI khawatir kasus terus meningkat," ujarnya.
Manager Grup Epidemiologi Spasial, Eijkman-Oxford Clinical Research Unit, Iqbal Elyazar meminta pemerintah jangan terburu-buru mengklaim kasus positif terinfeksi Covid-19 di Indonesia menurun. Sebab, spesimen yang diperiksa di Indonesia belum banyak.
Menurut Iqbal, total orang yang diuji Covid-19 di Indonesia belumlah sebanyak negara-negara lain seperti Italia, Amerika Serikat (AS) bahkan Vietnam.
"Total orang yang diuji Covid-19 di Indonesia adalah 0,4 per 1.000 orang. Bandingkan dengan Italia yaitu 39 per 1.000 orang, AS yaitu 24 per 1.000 orang, Vietnam 2,7 per 1.000 bahkan negara tetangga Malaysia bisa 7 per 1.000," ujarnya saat webinar konferensi video dalam jaringan, Ahad (10/5).
Apalagi, ia menambahkan, populasi di Indonesia cukup banyak dan pemeriksaan yang telah dilakukan belum cukup banyak untuk menilai situasi jumpah kasus positif Cirona yang sesungguhnya. Ia meminta pemerintah melihat dan membandingkan rasio pemeriksaan di Tanah Air dengan negara lain.
"Karena satu orang bisa diambil spesimennya lebih dari sekali, misalnya sebanyak dua kali. Jadi ini fluktuatif banget," katanya.