REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Aliansi UII Bergerak mengkritisi sikap Universitas Islam Indonesia (UII) terhadap alumnus IM yang diduga sebagai pelaku pelecehan seksual. Ini merupakan kritik atas tujuh sikap UII yang dikeluarkan pada 2 Mei 2020 lalu.
Narahubung Aliansi UII Bergerak, Karunia, menyayangkan UII hanya melihat IM dalam hal legal formal atau alumnus. Tapi, tidak melihat keseluruhan tindakan yang dilakukan ketika IM mahasiswa dan ada korban yang masih mahasiswi aktif.
"Status alumnus jadi dalih bagi UII kalau IM tidak dapat bertindak mewakili atau mengatasnamakan UII. Sementara, sebagai alumnus nama IM masih terus digunakan UII sebagai branding UII itu sendiri," kata Karunia, Kamis (7/5).
Ia mempertanyakan keberadaan Bidang Etika dan Hukum (BEH) UII selama ini. Sebab, adanya BEH di UII dirasa tidak pernah terlibat aktif menangani kasus-kasus hukum, terutama kekerasan seksual.
Khusus tentang kekerasan seksual, perspektif BEH dipertanyakan terkait kasus IM yang dapat menimbulkan victim blaming kepada korban. Mereka mempertanyakan keberadaan Tim Pencari Fakta karena dirasa tidak mencerminkan transparansi.
Namun, mereka mendukung sikap UII untuk tidak melibatkan IM dalam semua acara di lingkungan UII. Serta, mengimbau seluruh institusi UII dan Unimelb agar tidak melibatkan IM dalam semua acara.
"UII secara institusi juga harus memastikan IM tidak akan menjadi dosen dan atau jabatan lainnya di universitas dan hal ini diumumkan secara publik melalui kanal resmi UII," ujar Karunia.
Ia mengingatkan tidak cukup hanya mencabut gelar mahasiswa berprestasi jika benar UII memiliki standar moral tinggi. Karenanya, mereka menuntut UII turut melakukan pencabutan gelar Sarjana Arsitek dari IM.
Selain itu, mereka mengkritik kata fitnah dalam penutup rilis sikap UII yang disebut mengabaikan keberanian korban dan solidaritas publik. Khususnya, atas kasus yang diduga dilakukan IM.
Untuk itu, Aliansi UII Bergerak menegaskan akan tetap menyuarakan hak korban dan berpegang kepada tuntutan mereka. Ini karena kekerasan seksual bukan hanya terjadi di UII tapi di institusi-institusi lain.
"Kami menyerukan kepada seluruh elemen masyarakat untuk menyuarakan perlawanan terhadap segala bentuk kekerasan seksual dan siapapun yang melindunginya," kata Karunia.