Ketua Umum Hidupkan Masyarakat Sejahtera (HMS) Center, Hardjuno Wiwoho menilai pemerintah tidak konsisten dalam menetapkan kebijakan soal larangan mudik Lebaran dalam rangka Pencegahan Penyebaran Covid-19. Hal ini terlihat dari mencuatnya pandangan berbeda bahkan berseberangan antar beberapa pejabat pemerintah pusat serta berubah-ubah aturan mudik yang sedang mengemuka di ruang publik.
Menurutnya, silang pendapat antar pejabat pemerintah ini menunjukkan manajemen komunikasi pemerintah penanganan Covid-19 belum tertangani dengan baik.
"Saya melihat, persoalan elementer saat ini, tidak konsistennya kebijakan satu sama lain. Inkonsistensi kebijakan menggambarkan buruknya koordinasi," ujar Hardjuno di sela-sela Bakti Sosial (Baksos) di Tasikmalaya (10/5/2020). Hadir dalam acara Baksos ini Ketua Dewan Pembina HMS, Mayjen TNI (Purn) Syamsu Djalal dan Dewan Pembina Gerakan HMS, Lily Wahid.
Sebelumnya, HMS Center menggelar kegiatan di beberapa titik di wilayah Jakarta Selatan, Jakarta Pusat, Jakarta Barat, Bogor, Tangerang dan Banten. Dalam Baksos ini, HMS Center membagikan 3.500 paket Jamu Herbal Kenkona kepada warga yang terdampak Covid-19 di Tasikmalaya. "Saya kira, demi menekan penyebaran virus corona ke daerah maka pemerintah harus bersikap tegas untuk melarang aktivitas mudik Lebaran. Jangan bersikap ambigu dan inkonsisten," tegasnya.
Sebelumnya, Menteri Perhubungan Ad Interim Luhut Binsar Pandjaitan telah mengeluarkan Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 25 Tahun 2020 tentang Pengendalian Transportasi Selama Musim Mudik Idul Fitri 1441 H dalam rangka Pencegahan Penyebaran Covid-19. Kebijakan itu resmi diundangkan pada 23 April 2020 meliputi 28 pasal. Namun sayangnya, peraturan tersebut hanya seumur jagung. Beleid tersebut direvisi, yang isinya merelaksasi atau melonggarkan larangan mudik per 7 Mei 2020. "Saya pastikan, pelonggaran semacam ini membuat makin masifnya penyebaran virus corona ke daerah," tegasnya.
Karena itu, dia mendesak pemerintah harus confidence memberlakukan larangan mudik demi perlindungan terhadap warga secara keseluruhan."Jika virus corona sampai menyebar ke daerah-daerah secara masif hanya harga yang harus dibayar bangsa ini sangat besar sekali," terangnya.
Hardjuno berharap pemerintah segera memperbaiki koordinasi lintas sektoral yang sangat buruk. Hal ini disebabkan manajemen pengelolaan mudik tidak berbasis data yang akurat. Akibatnya, terjadi tumpang tindih kebijakan antar instansi terkait. Kondisi ini jelas Hardjuno bisa menjadi senjata makan tuan bagi pemerintah. Pada tataran paling ekstrem, lanjutnya rangkaian inkonsistensi kebijakan akan menimbulkan ketidakpercayaan sosial. Karena itu, dia meminta pemerintah meredesain manajemen dan strategi komunikasi penangan Covid-19 ke depan, yang belum berbatas waktu kapan berakhir.
"Jika tidak, bisa menimbulkan ketidakpastian di tengah masyarakat dan berpotensi digoreng oleh aktor tertentu yang dapat menimbulkan berbagai persepsi liar di ruang publik," ujarnya. Sementara itu, Ketua Tim Advokasi Kesehatan HMS Center, D’Hiru mengatakan,sejak diberlakukannya kebijakan mengenai pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di Jakarta maupun kota lainnya, membuat perekonomian berbagai bidang industri menjadi surut.
Menurutnya, pandemi COVID-19 tidak hanya mengancam kesehatan masyarakat, tetapi juga sosial dan ekonomi masyarakat secara luas.
Akibat penurunan ekonomi tersebut, masyarakat berekonomi lemah semakin kesulitan memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka. "Karena itulah, HMS Center terus hadir di tengah masyarakat. HMS Center berikhtiar untuk terus membantu masyarakat dan demi kemaslahatan umat," dia menegaskan.
www.swa.co.id