Selasa 12 May 2020 11:08 WIB

Hoaks Klaster Penyebaran Covid-19 di Surabaya

Tidak semua klaster penyebaran Covid-19 yang beredar di medsos akurat.

Pengunjung melintas di antara toko-toko di pasar sekitar kawasan wisata reliigi Masjid dan Makam Sunan Ampel, Surabaya, Jawa Timur, Selasa (5/5/2020). Para pedagang di kawasan tersebut mengaku pendapatan mereka menurun drastis karena sepinya pengunjung sejak pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Surabaya Raya
Foto: ANTARA/Moch Asim
Pengunjung melintas di antara toko-toko di pasar sekitar kawasan wisata reliigi Masjid dan Makam Sunan Ampel, Surabaya, Jawa Timur, Selasa (5/5/2020). Para pedagang di kawasan tersebut mengaku pendapatan mereka menurun drastis karena sepinya pengunjung sejak pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Surabaya Raya

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Dadang Kurnia, Antara

Pasien positif Covid-19 di Jawa Timur (Jatim) menembus angka 1.534 orang. Klaster penyebaran Covid-19 di Jatim juga terus ditelusuri.

Baca Juga

Tidak semua kabar klaster penyebaran Covid-19 namun akurat. Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kota Surabaya, menjelaskan tidak semua nama-nama klaster penularan virus corona jenis baru yang beredar di media sosial benar.

Koordinator Bidang Pencegahan Gugus Tugas Percepatan Penanganan C-19 Surabaya Febria Rachmanita di Surabaya, Selasa (12/5), mengatakan ada beberapa nama klaster di media sosial (medsos) yang tidak benar. Salah satunya klaster Rumah Sakit (RS) Mitra Keluarga Satelit.

"Kalau rumah sakit ya bukan klaster. Kalau sakit ya di rumah sakit. Jadi tidak terhitung klaster," kata Feny sapaan akrab Febria Rachmanita.

Tidak hanya itu, Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Surabaya ini menyebut klaster lainnya di medsos seperti klaster Pakuwon Mall, PT Sorini dan Jalan Gembong juga bukan klaster. Karena tidak ditemukan ada yang terkonfirmasi positif Covid-19.

Menurut dia, untuk bisa disebut klaster tidak serta merta ketika ada satu orang yang positif dinyatakan penambahan klaster atau terhitung klaster baru.

"Klaster itu jika yang positif lebih dari dua. Itu baru bisa disebut klaster ya. Atau yang memang terus bertambah dan yang saya sampaikan tadi mereka bukan klaster," katanya.

Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini sebelumnya menyebut hingga saat ini ada sekitar 16 klaster penularan virus corona di Surabaya di antaranya klaster luar negeri, klaster area publik sebanyak sembilan, klaster Jakarta, klaster tempat kerja berjumlah tiga, klaster seminar dan pelatihan ada dua, klaster perkantoran berjumlah dua dan klaster asrama.

Menurut Risma, ketika ada warga yang positif maka belum tentu orang tersebut masuk dalam kategori klaster baru. Ia mencontohkan klaster dari luar negeri, di mana petugas akan terus menelusuri kontak orang tersebut dengan siapa saja.

Jika dalam penelusuran itu ditemukan ada yang terkonfirmasi, maka orang tersebut menjadi satu bagian dengan klaster luar negeri. "Seperti yang terjadi di PT HM Sampoerna itu bukanlah klaster baru," katanya.

Semalam, Wakil Gubernur Emil Elestianto Dardak dimintai komentarnya soal kemungkinan penutupan mal untuk mengantisipasi potensi klaster. Emil namun tidak bisa memastikannya. Menurutnya, kebijakan penutupan kedua pusat perbelanjaan tersebut berada di Pemerintah Kota Surabaya.

"Pemkot Surabaya adalah pihak yang tentunya juga paling di garda terdepan untuk menerapkan hal-hal yang ada di wilayah Surabaya," ujar Emil di Gedung Negara Grahadi Surabaya, Senin (11/5).

Berdasarkan data Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Jatim, total ada 57 klaster penyebaran Covid-19 di wilayah setempat. Kota Surabaya penyumbang klaster terbanyak yaitu 14 klaster. Di antaranya Klaster Surabaya I-PGS (5 kasus), Klaster Surabaya II (2 kasus), Klaster Surabaya III (2 kasus), Klaster Surabaya IV-Pakuwon Mall (4 kasus), dan Klaster Surabaya V-TP atau mal Tunjungan Plasa (9 kasus).

Kemudian ada Klaster Surabaya VI-RRI (2 kasus), Klaster Surabaya VII-Jalan Gresik PPI (30 kasus), Klaster Surabaya VIII-RS Mitra Keluarga Satelit Surabaya (6 kasus). Selanjutnya, Klaster Surabaya IX-PT SORINI (2 kasus), Klaster Surabaya X-Jalan Gembong 5/7 (4 kasus), Klaster Surabaya XI-Tidak Ada Riwayat Perjalanan ke Manapun (37 kasus), Klaster Surabaya XII-PT HM Sampoerna (41 kasus), Klaster Surabaya XIII-Pasar Keputran (2 kadus), dan Klaster Surabaya XIV-Riwayat Perjalanan dari Surabaya (8 kasus).

Pasien positif Covid-19 baru di Jatim, terbanyak berasal dari Kota Surabaya, yaitu 33 kasus. Sisanya tersebar di delapan kabupaten/kota. Yaitu dua pasiem dari Sidoarjo, dua pasien dari Jombang, dan satu pasien masing-masing dari Kota Malang, Kota Blitar, Kabupaten Malang, Bangkalan, Nganjuk, dan Kabupaten Mojokerto.

"Perlu kami tegaskan, data-data kasus (corona) itu berdasarkan domisilinya, bukan rumah sakitnya," kata Emil Dardak.

Emil juga mengungkapkan adanya tambahan 13 pasien positif Covid-19 di wilayah setempat yang terkonversi negatif atau sembuh. Rinciannya 5 pasien dari Kabupaten Tulungagung, 4 dari Kota Surabaya, dua dari Situbondo, dan satu pasien masing-masing dari Bondowoso dan Bangkalan. Sehingga total pasien positif Covid-19 yang sembuh di Jatim sebanyak 257 pasien.

Emil juga mengungkapkan adanya tambahan 6 pasien positif Covid-19 di Jatim yang meninggal dunia. Rinciannya, 5 pasien dari Kota Surabaya dan 1 pasien dari Sidoarjo. Sehingga, total pasien positif Covid-19 yang dinyatakan meninggal di Jatim sebanyak 155 pasien.

Sementara jumlah pasien dalam pengawasan atau PDP di Jatim jumlahnya sebanyak 4.166 orang. Meskipun yang masih diawasi tinggal 1.898 pasien. Sedangkan orang dalam pemantauan atau ODP sebanyak 21.391 orang, dan yang masih dipantau sebanyak 4.301 orang.

Fraksi Partai Golkar DPRD Kota Surabaya menilai sinergitas antara Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa dan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini merupakan kunci sukses pelaksanaan PSBB Jilid II yang dimulai pada 12-25 Mei 2020. "Wali Kota Surabaya harus lebih mengintensifkan koordinasinya dengan Gubernur Jatim agar pelaksanaan PSBB Jilid II kali ini bisa berlangsung dengan sukses," kata Ketua Fraksi Partai Golkar DPRD Surabaya Arif Fathoni di Surabaya, Selasa (12/5).

Menurut dia, selama ini ada kesan kurangnya koordinasi di antara kedua kepala daerah tersebut. Sehingga kadang terjadi silang pendapat terkait penanganan Covid-19 di Surabaya.

Ia mencontohkan seperti halnya Gubernur Jatim menyebut bahwa Pabrik Rokok Sampoerna merupakan klaster baru penularan Covid-19. Sementara Wali Kota Surabaya menyebut Sampoerna bukan klaster baru, melainkan klaster lama.

"Suka dan tidak suka, gubernur merupakan kepanjangan tangan pemerintah pusat yang mendapat pendelegasian wewenang untuk penanganan Covid-19 di wilayah Jatim, khususnya Surabaya," kata anggota Komisi A DPRD Surabaya ini.

Untuk itu, kata dia, pihaknya berharap adanya perbedaan pandangan di masa lalu di antara kedua belah pihak sebaiknya dihilangkan karena saat ini menghadapi pandemik Covid-19. "Ini urusan penyelematan nyawa manusia, sesuai ajaran Gus Dur di atas politik adalah nilai-nilai kemanusiaan," ujarnya.

Selain itu, lanjut dia, Pemkot Surabaya harus lebih serius lagi dalam menerapkan PSBB Jilid II karena dalam pelaksanaan PSBB Jilid I masih terkesan setengah hati, sehingga tujuan dari PSBB untuk mendisiplinkan masyarakat agar menaati protokol kesehatan tidak tercapai.

Tidak hanya itu, politikus Golkar ini menyarankan agar kantor kecamatan di Surabaya digunakan sebagai posko operasi bersama tiga pilar baik dalam rangka edukasi terhadap warga maupun penindakan. "Karakteristik masyarakat Surabaya beragam, maka posko di masing-masing kecamatan tentu berbeda kadar penindakannya," katanya.

Terkait bantuan sosial yang dianggarkan APBN, APBD Provinsi Jatim maupun APBD Kota Surabaya, Arif Fathoni meminta agar melibatkanlah pihak RT dan RW, sehingga bansos tersebut benar-benar sampai kepada yang membutuhkan.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement