REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Mabes Polri mengatakan akan melakukan koordinasi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait akan adanya harta benda yang dimiliki mantan sekjen Mahkamah Agung (MA) Nurhadi. Sehingga, pihaknya bisa menelusuri dan mengetahui keberadaan Nurhadi.
"Nanti dikoordinasikan dengan KPK akan adanya harta benda yang dimiliki yang bersangkutan seperti rumah, vila , apartemen, pabrik tisu di Surabaya, kebon sawit di Sumut dan usaha burung walet di Tulung Agung. Apakah betul semua itu dimiliki Nurhadi atau tidak," kata Kadiv Humas Polri, Brigjen Pol Argo Yuwono saat dihubungi Republika.co.id, Selasa (12/5).
Sebelumnya diketahui, Pelaksana Tugas Juru Bicara Komisi KPK Ali Fikri mengatakan akan mendalami setiap informasi dari masyarakat, termasuk informasi ihwal keberadaan buronan lembaga antirasuah. Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman meminta agar KPK bisa melacak keberadaan mantan sekretaris Mahkamah Agung (MA), Nurhadi.
Boyamin mengatakan, salah satu tempat yang patut ditelusuri adalah dua tempat money changer di Cikini, Jakarta Pusat, dan Mampang, Jakarta Selatan. "Segala informasi dari masyarakat perihal keberadaan para DPO, tak terkecuali yang disampaikan oleh MAKI tersebut, KPK memastikan tentu akan menindaklanjuti dan menelusuri lebih jauh setiap petunjuk yang ada," kata Ali menegaskan saat dikonformasi, Senin (11/5) malam.
Saat ini, Ali menambahkan, selain terus berupaya mencari tersangka yang masuk dalam daftar pencarian orang atau DPO, penyidik KPK juga sedang menyelesaikan berkas perkara. "Penyidik juga fokus pada pengumpulan bukti-bukti perihal penggunaan uang yang diduga diterima oleh tersangka Nurhadi dan Rezky Herbiono yang berasal dari Hiendra Soenjoto selaku tersangka pemberi suap dan atau gratifikasi," ujar Ali.
Nurhadi merupakan tersangka kasus suap dan gratifikasi perkara di MA pada tahun 2011-2016 bersama Herbiyono dan Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal Hiendra Soenjoto. Ketiganya telah dimasukkan dalam status DPO sejak 11 Februari 2020.