REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Jenderal Hortikultura, Kementerian Pertanian, Prihasto Setyanto, menuturkan, harga bawang merah di tingkat konsumen akan kembali normal mulai Juni mendatang. Pasalnya, produksi dalam negeri diperkirakan akan kembali surplus terhadap kebutuhan nasional.
"Juni bawang merah kemungkinan harganya sudah mulai turun," kata Prihasto dalam sebuah diskusi online, Selasa (12/5).
Ia menuturkan, pada Mei 2020, neraca nasional bawang merah diperkirakan mengalami defisit 3.700 ton. Berdasarkan early warning system (EWS), aneka cabai dan bawang di lebih dari 20 provinsi mengalami defisit bawang merah.
Menurut Prihasto, situasi itu tidak lepas dari mundurnya musim tanam bawang merah pada Februari-Maret lalu. Alhasil, para petani menggunakan lahannya untuk menanam komoditas padi. Mundurnya musim panen pun berdampak pada minimnya pasokan dan mengerek kenaikan harga di pasar.
Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) mencatat, bawang merah di tingkat konsumen rata-rata dihargai Rp 51.950 per kg. Prihasto pun menjelaskan, pada Juni mendatang, data EWS menunjukkan akan adanya surplus produksi sekitar 5.200 ton. Ditambah, kumulatif carry over bawang merah yang menyebar di masyarakat yang diperkirakan mencapai 75 ribu ton.
Kendati demikian, Prihaso mengakui situasi pasca Juni belum tentu dalam situasi aman sepenuhnya dari segi produksi bulanan. Sebab, data EWS menunjukkan adanya fluktuasi neraca. Di mana, pada Juli 2020 diprediksi kembali defisit 990 ton. Kemudian surplus kembali bulan Agustus 2020 sekitar 5.200 ton dan kembali defisit pada September sekitar 950 ton.
Kendati begitu, Prihasto menilai fluktuasi neraca itu dipastikan tidak berpengaruh tinggi terhadap pembentukan harga. Sebab, dari akumulasi data dari bulan ke bulan, terdapat sisa stok bawang merah dari berbulan-bulan sebelumnya yang mencapai lebih dari 80 ribu ton.