REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 mulai menyiapkan simulasi pelonggaran pembatasan sosial terkait penanganan Covid-19. Kebijakan pembatasan sosial ini tertuang dalam Keppres nomor 11 tahun 2020 tentang Kedaruratan Kesehatan Masyarakat yang didukung oleh PP 21 tahun 2020 tentang pembatasan sosial berskala besar (PSBB).
Ketua Gugus Tugas, Doni Monardo, menyampaikan bahwa simulasi memang perlu disiapkan agar saat pelonggaran PSBB benar-benar dilakukan nanti, maka tahapannya jelas. Dia mengatakan, ada empat faktor yang harus diperhitungkan oleh pemerintah sebelum memberi lampu hijau kepada daerah tertentu untuk melonggarkan pembatasan sosial.
Faktor pertama, adalah prakondisi dengan melakukan rangkaian kajian teknis bersama akademisi, pakar epidemiologi, pakar kesehatan masyarakat, sosiolog, hingga pakar ekonomi. Para pakar akan diajak berhitung mengenai baik-buruknya pelonggaran pembatasan sosial dilakukan tanpa mengesampingkan aspek kesehatan sebagai prioritas utama.
"Juga akan melibatkan tokoh masyarakat, ulama, dan budayawan," jelas Doni usai mengikuti rapat terbatas bersama Presiden Jokowi, Selasa (12/5).
Faktor kedua yang harus dipertimbangkan pemerintah adalah pemilihan waktu atau timing. Pemerintah, ujar Doni, harus cermat memutuskan kapan pelonggaran dilakukan dengan memperhatikan kurva penambahan kasus positif Covid-19 di setiap daerah.
Pelonggaran hanya dimungkinkan bagi daerah dengan kurva penambahan kasus positif Covid-19 yang menunjukkan penurunan signifikan. Bagi daerah yang laju penurunannya masih landai atau justru masih ada kenaikan, pemerintah pusat tidak akan memberikan lampu hijau untuk dilakukan pelonggaran.
"Artinya apa? Atatusnya masih tetap tidak boleh kendor, justru harus meningkat kembali (pembatasannya)," ujar Doni.
Tak hanya melihat perkembangan kasus positif Covid-19, Doni juga menyebutkan bahwa pemilihan waktu untuk pelonggaran juga mempertimbangkan kesiapan dan tingkat kepatuhan masyarakat terhadap pencegahan penularan infeksi. Menurutnya, pelonggaran mustahil dilakukan apabila kepatuhan masyarakat untuk menerapkan protokol kesehatan rendah.
"Kita tidak boleh ambil risiko. Ini juga menjadi bagian yang akan jadi pedoman bagi Gugus Tugas yang akan menyusun skenario," katanya.
Faktor ketiga yang perlu disiapkan pemerintah adalah penentuan prioritas sektor yang dilonggarkan. Pemerintah akan menggandeng Kementerian/Lembaga dan pemerintah daerah untuk memilah sektor yang diprioritaskan mendapat pelonggaran pembatasan sosial. Sektor usaha yang bisa mendapat pelonggaran, misalnya binis makanan seperti restoran.
Penentuan prioritas ini, menurut Doni, perlu mempertimbangkan dengan cermat demi mengurangi angka pemutusan hubungan kerja (PHK) dan menekan jumlah karyawan yang dirumahkan akibat pandemi.
Faktor keempat, ujar Doni, adalah koordinasi antara pusat dan daerah yang harus berjalan baik. Doni menekankan bahwa pemerintah daerah harus sejalan dengan pemerintah pusat dalam menjalankan kebijakan penanganan Covid-19.
"Jangan sampai nanti diberikan pelonggaran ternyata ada penolakan. Demikian juga mungkin dari daerah memutuskan untuk minta pelonggaran atas inisiatif sendiri, ternyata pusat melihat belum waktunya," katanya.