REPUBLIKA.CO.ID, SOLO -- Dinas Pertanian, Ketahanan Pangan, dan Perikanan (Dispertan KPP) Kota Solo menanggapi pemberitaan terkait daging babi yang disulap jadi daging sapi dan disebut pasokannya berasal dari Solo.
Pelaksana tugas (Plt) Kepala Dispertan KPP Solo, Said Romadhon, mengatakan rumah pemotongan hewan (RPH) milik Pemkot Solo melayani pemotongan sapi, kambing dan babi dengan lokasi berbeda. Pada hari biasa, RPH menyembelih puluhan ekor babi setiap hari. Namun, pada masa pandemi Covid-19 jumlah babi yang dipotong hanya sembilan ekor per hari.
"Kalau RPH Solo mengirim, pasti ada lampiran surat keterangan kesehatan hewan (SKKH) dan asal daging. Solo tidak mengeluarkan daging yang diberitakan itu. Mungkin berasal dari luar Solo," kata Said kepada wartawan, Selasa (12/5).
Dia menambahkan, jika ditemukan 63 ton daging babi, RPH Solo perlu menyembelih selama beberapa hari. Sebab tiap harinya sembilan ekor daging babi hanya menghasilkan sekitar 800 kg daging.
"Kalau kasus ini hanya mengatasnamakan Solo, padahal Solo itu luas. Solo juga tidak punya peternakan babi. Ada peternakan di Karanganyar, Sukoharjo, intinya Solo tidak ada. Kalau di Bandung mengatasnamakan Solo, itu pengambilan atau penyembelihannya di luar Solo," ucapnya.
Menurutnya, kalau satu bahan pangan ada bahan campuran, Dispertan KPP akan melakukan pengecekan. Petugas selalu memonitor ke lapangan untuk mengecek apakah ada campuran daging sapi atau babi atau yang lain.
"Kalau terkait dengan mereka berjualan, itu bebas hak asasi mereka. Tapi kami minta ada tanda atau informasi yang jelas, baik anjing, babi atau sapi," ujarnya.
Kabid Kesehatan Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner, Dispertan KPP Kota Solo, Evy Nurwulandari, menyatakan selama dua bulan terakhir Dispertan KPP tidak menerbitkan SKKH untuk pengiriman daging babi ke luar kota atau provinsi. Dia menyebut, per hari produksi daging babi di Solo normalnya sekitar 700-an kilogram.
"Sejauh ini daging yang dihasilkan di Solo didistribusikan di sekitar Solo saja atau pasaran dalam kota. Kecil sekali ke luar Kota Solo, tapi ada surat keterangan. Jadi keluar itu resmi," terang Evy.
Terkait pengawasan, pada masa pandemi Covid-19, Dispertan KPP melakukan pengawasan di pasar tradisional. Namun, teknisnya berbeda dengan tahun sebelumnya. Jumlah petugas dibatasi hanya dua atau tiga orang. Petugas langsung memberikan pembinaan bagi pedagang.
"Banyak pedagang yang belum membawa surat keterangan dari daerah asal, tapi setelah ada pengarahan dan sosialisasi sekarang sudah banyak yang membawa surat. Termasuk daging glonggongan sekarang sudah sangat berkurang. Jadi kami ada dua kegiatan, pertama sosialisasi ke masyarakat untuk memilih daging yang baik, kedua pada pedagangnya," papar Evy.
Sementara itu, Wakapolresta Solo AKBP Iwan Saktiadi menyatakan bakal berkoordinasi dengan Polresta Bandung terkait pemalsuan daging sapi dari daging babi. Setelah adanya koordinasi, Polresta Solo akan membantu melakukan penyidikan dan pengungkapan.
"Kami belum menerima informasi secara langsung. Artinya dari Polresta Bandung belum berkoordinasi dengan kami memastikan apakah sumbernya dari Solo. Jadi belum bisa men-declare," terangnya kepada wartawan.
Jajaran Satreskrim Polresta Bandung berhasil mengamankan penjual daging babi yang mengolahnya menyerupai daging sapi. Daging itu kemudian dijual ke masyarakat. Dua orang yang ditangkap di antaranya adalah pengepul berinisial Y dan M, sedangkan dua lainnya merupakan pengecer berinisial AS dan AR.
Menurutnya, dua pengepul mengolah daging babi yang berwarna pucat menggunakan borak sehingga menyerupai daging sapi dengan warna merah dan dijual dengan harga daging sapi. Pelaku Y dan M ini katanya merupakan warga Solo yang mengontrak di Kabupaten Bandung dan sudah setahun menjalankan aksinya.
Ia mengatakan, keduanya memperoleh daging babi dari Solo yang dikirim menggunakan truk pickup. Katanya, selama satu tahun di Kabupaten Bandung mereka sudah mengolah daging babi menyerupai daging sapi mencapai 63 ton dengan rata-rata perminggu mendistribusikan 600 kilogram.