Rabu 13 May 2020 15:51 WIB

INACA: Maskapai Mulai Kehabisan Nafas

Jika pandemi terus berlanjut, kemungkinan arus PHK akan berlanjut di maskapai.

Rep: Rahayu Subekti/ Red: Friska Yolandha
Aktivitas layanan penerbangan oleh maskapai di terminal penumpang Bandara Internasional Jenderal Ahmad Yani Semarang. etua Umum Indonesia National Air Carriers Association (INACA) Denon Prawiraatmadja mengatakan pemerintah harus mengambil langkah cepat. Hal tersebut menurutnya perlu dilakukan jika tidak ingin pendemi Covid-19 semakin menekan ekonomi lebih dalam lagi.
Foto: dok istimewa
Aktivitas layanan penerbangan oleh maskapai di terminal penumpang Bandara Internasional Jenderal Ahmad Yani Semarang. etua Umum Indonesia National Air Carriers Association (INACA) Denon Prawiraatmadja mengatakan pemerintah harus mengambil langkah cepat. Hal tersebut menurutnya perlu dilakukan jika tidak ingin pendemi Covid-19 semakin menekan ekonomi lebih dalam lagi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Indonesia National Air Carriers Association (INACA) Denon Prawiraatmadja mengatakan, pemerintah harus mengambil langkah cepat. Hal tersebut, menurut dia, perlu dilakukan jika tidak ingin pendemi Covid-19 makin menekan ekonomi lebih dalam lagi.

“Saat ini cash flow perusahaan penerbangan yang sensitif terhadap nilai tukar mata uang rupiah terhadap mata uang asing sudah mulai kesulitan bernapas,” kata Denon, Rabu (13/5).

Baca Juga

Terlebih, Denon mengatakan, gejala krisis sudah sangat tampak pada ekonomi kuartal satu tahun ini yang hanya tumbuh sebesar 2,97 persen. Dia menilai pertumbuhan tersebut terganggu akibat konsumsi masyarakat yang terdampak Covid-19, terutama di sektor jasa dan transportasi.

Jika pada kuartal kedua pemerintah tidak mengupayakan paket kebijakan yang lebih besar sebagaimana dilakukan negara-negara lain, Denon mengatakan, kemungkinan kontraksi ekonomi dan arus PHK akan berlanjut. "Beberapa di antaranya tidak dapat bertahan sampai tahun depan jika masalah pandemi ini tidak segera ditekan," ujar Denon. 

Belum lagi dampak tersebut, menurut dia, langsung dirasakan terhadap industri pendukung seperti bandara, penyedia jasa navigasi, dan penyelenggara avtur. Semua industri tersebut tidak mungkin terus melangsungkan kegiatan operasionalnya tanpa pendapatan usaha yang diperoleh dari maskapai. 

"Kami di industri maskapai dalam negeri pun sudah megap-megap. Padahal, ini industri yang cukup besar, padat karya dengan valuasi di atas miliaran rupiah," ujar Denon. Untuk itu, Denon menegaskan, saat ini sudah saatnya pemerintah menambah stimulusnya, terutama untuk stimulus dari sekitar 2,5 persen terhadap PDB menjadi 5 atau 10 persen terhadap PDB.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement