Rabu 13 May 2020 16:21 WIB

BKF Kemenkeu: Restrukturisasi Kredit Hanya Tunda Masalah

Stimulus cicilan pokok dan bunga kredit yang diberikan hanya 6 bulan terlalu sebentar

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Friska Yolandha
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan (BKF Kemenkeu) Febrio Kacaribu menyebutkan, stimulus ekonomi dalam bentuk fasilitas restrukturisasi kredit melalui penundaan pokok dan bunga hanya bersifat menunda masalah. Bahkan, berpotensi menciptakan risiko besar bagi perbankan dan sektor keuangan.
Foto: Tim Infografis Republika
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan (BKF Kemenkeu) Febrio Kacaribu menyebutkan, stimulus ekonomi dalam bentuk fasilitas restrukturisasi kredit melalui penundaan pokok dan bunga hanya bersifat menunda masalah. Bahkan, berpotensi menciptakan risiko besar bagi perbankan dan sektor keuangan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan (BKF Kemenkeu) Febrio Kacaribu menyebutkan, stimulus ekonomi dalam bentuk fasilitas restrukturisasi kredit melalui penundaan pokok dan bunga hanya bersifat menunda masalah. Bahkan, berpotensi menciptakan risiko besar bagi perbankan dan sektor keuangan.

Febrio mengatakan, dengan restrukturisasi kredit, bank menjadi tidak menerima cicilan pokok pinjaman selama kurun waktu tertentu. Begitupun dari bunga yang selama ini dianggap sebagai salah satu komponen pendapatan.

Baca Juga

"Jadi, penundaan pokok dan bunga itu menunda masalah," ujarnya dalam teleconference dengan jurnalis, Rabu (13/5).

Selain itu, Febrio menambahkan, tidak ada jaminan juga untuk para debitur peserta restrukturisasi kredit akan pulih setelah mendapatkan bantuan pembiayaan. Terlebih, stimulus cicilan pokok dan bunga kredit yang diberikan pemerintah hanya enam bulan, terlalu sebentar untuk dunia usaha mencapai titik recover.

Pada akhirnya, Febrio mengatakan, fasilitas restrukturisasi justru berpotensi menjadi kredit macet atau Non Performing Loan (NPL) yang besar. "Ini kita lihat risikonya besar ke perbankan dan keuangan," tuturnya.

Untuk mengantisipasi ini, pemerintah menyiapkan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang salah satunya adalah penempatan dana di perbankan terdampak restrukturisasi. Febrio mengatakan, program ini diharapkan mampu menambah likuiditas perbankan yang berkurang akibat memberikan penundaan cicilan pokok dan bunga pada nasabah.

Besaran dana yang akan ditempatkan dalam perbankan mencapai Rp 35 triliun. Rencananya, dana pemerintah ditempatkan dalam instrumen deposito kepada bank peserta.

Tapi, Febrio menekankan, program penempatan dana ini ditujukan bagi perbankan yang melakukan restrukturisasi kredit dan masih sehat, bukan untuk perbankan yang sudah 'sakit'. "Ini bukan dalam bisnis penyelamatan perbankan. Pemerintah tidak berusaha mengambil alih tugasnya Bank Indonesia dan OJK di sini," katanya, berkali-kali menegaskan.

Penempatan dana ditujukan untuk mendorong perbankan dapat melakukan restrukturisasi kepada UMKM. Artinya, Febrio mengatakan, program in sebagai upaya untuk mendukung debitur, bukan perbankan.

Saat ini, Febrio mencatat, setidaknya sudah 200 ribu nasabah yang mendapatkan fasilitas restrukturisasi kredit. "Ini yang ingin kita tambah dengan cara pemerintah masuk lewat subsidi bunga. Tapi, apakah subsidinya diberi ke bank? Tidak, untuk debiturnya," ucapnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement