REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menilai, kondisi likuiditas perbankan nasional saat ini masih cukup untuk mendukung program restrukturisasi UMKM. Secara agregat, Surat Berharga Negara (SBN) yang dipegang perbankan mencapai Rp 700 triliun dengan sebanyak Rp 400 triliun di antaranya bisa diajukan untuk repurchase agreement (REPO) ke Bank Indonesia (BI).
Dengan kondisi tersebut, Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu Febrio Kacaribu menilai, belum terlihat ada masalah pelik di perbankan. Terutama untuk melakukan restrukturisasi kredit UMKM selama enam bulan. "Jadi, benar-benar tidak ada masalah likuiditas," katanya dalam teleconference dengan jurnalis, Rabu (13/5).
Selain itu, Febrio menambahkan, rasio alat likuid perbankan kini mencapai 16,9 persen. Besaran tersebut dinilai memadai karena masih jauh di atas persentase ketentuan minimal rasio penyangga likuiditas makroprudensial (PLM) bank yang ditetapkan oleh Bank Indonesia, yakni minimal enam persen.
Febrio mengakui, kemungkinan akan ada sedikit perbankan yang terdampak likuiditasnya karena fasilitas restrukturisasi. Tapi, ia menyebutkan, persoalan tersebut kemungkinan besar muncul bukan murni karena restrukturisasi kredit UMKM, melainkan sudah ada sejak jauh-jauh hari.
Oleh karena itu, pemerintah menyiapakan mekanisme penempatan dana di perbankan yang terdampak restrukturisasi dengan total anggaran Rp 35 triliun.
Meski demikian, Febrio menilai, mekanisme ini kemungkinan hanya akan digunakan oleh sedikit perbankan. "Paling satu sampai dua bank yang butuh likuiditas untuk restrukturisasi," ujar mantan Kepala Kajian Makro LPEM Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia tersebut.
Febrio menekankan, penempatan dana hanya ditujukan untuk bank yang sehat. Tujuannya, memberikan dukungan likudiitas kepada perbankan yang melakukan restrukturisasi kredit atau memberikan tambahan pembiayaan modal kerja.
Penempatan dana akan dilakukan pemerintah kepada bank peserta. Dalam paparannya, Febrio menjelaskan, kriteria bank peserta adalah harus bank umum Indonesia yang berada dalam kondisi sehat dan termasuk dalam kategori 15 bank beraset terbesar. Selain itu, mereka ditetapkan Menteri Keuangan Sri Mulyani sebagai bank peserta berdasarkan informasi Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso.
Bank peserta ini bertugas menyediakan dana penyangga likuiditas bagi bank pelaksana yang memberikan restrukturisasi kredit kepada UMKM. Bank pelaksana bisa dalam bentuk bank umum konvensional maupun syariah.