Kamis 14 May 2020 04:13 WIB

Fokus Tahan Virus Dulu, Baru Beri Stimulus Pariwisata

Indonesia tidak bisa buru-buru buka sektor pariwisata dan memberikan stimulus besar.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Indira Rezkisari
Pekerja mengepel lantai pada salah satu hotel di kawasan Puncak, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Ahad (12/4/2020). Pemerintah sudah merancang stimulus pariwisata bagi kelas menengah untuk mengejar keterpurukan ekonomi akibat Covid-19.
Foto: ANTARA/Arif Firmansyah
Pekerja mengepel lantai pada salah satu hotel di kawasan Puncak, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Ahad (12/4/2020). Pemerintah sudah merancang stimulus pariwisata bagi kelas menengah untuk mengejar keterpurukan ekonomi akibat Covid-19.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Ekonom Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Andry Satrio Nugroho menilai, pemerintah sebaiknya fokus dalam menahan penyebaran virus corona (Covid-19). Baru setelah itu memikirkan stimulus pariwisata untuk masyarakat kelas menengah.

Andry mengatakan, menurut Eijkman-Oxford Clinical Research Unit (EOCRU), pemerintah bahkan belum memiliki standar kurva epidemiologi yang bisa digunakan untuk memastikan kapan relaksasi industri dapat dilakukan. "Jadi, saya rasa ini dulu yang perlu dikejar oleh pemerintah," tuturnya saat dihubungi Republika, Rabu (13/5).

Baca Juga

Andry mengakui, pariwisata memang sektor paling terdampak dari pandemi Covid-19 karena adanya restriksi mobilisasi manusia dan pelarangan wisata di berbagai negara. Dampak ini pun diperkirakan masih akan terasa setelah pandemi berakhir hingga dapat kembali pada kinerja yang normal.

Tapi, Andry menekankan, bukan berarti Indonesia dapat cepat-cepat membuka sektor pariwisata dan memberikan stimulus dalam skala besar. Sebab, potensi gelombang kedua (second wave) Covid-19 masih berpotensi datang yang dapat memberikan dampak lebih besar bagi sektor ini.

Apabila pemerintah memaksimalkan fokus pada penekanan penyebaran virus saat ini, Andry berharap, relaksasi pembatasan dapat dilakukan secepatnya. "Karena, ke depan pun kita perlu melakukan pelonggaran," katanya.

Di sisi lain, Andry menambahkan, pemerintah juga tidak memiliki kekuatan yang besar untuk mendorong pariwisata ke titik normal. Belanja pemerintah sudah banyak digelontorkan untuk sektor kesehatan, jaring pengaman sosial dan bantuan ke dunia usaha lain.

Andry memprediksi, bantuan yang diberikan pemerintah hanya dapat bertahan satu kuartal. Oleh karena itu, idealnya, pengetatan pergerakan masyarakat dilakukan secara intensif pada satu kuartal ini sembari dilakukan testing dan tracing. "Setelahnya, baru relaksasi pengetatan diberlakukan," ujarnya.

Untuk kelas menengah sendiri, Andry menyebutkan, pemerintah dapat memberikan stimulus dengan memangkas iuran kebutuhan hidup sehari-hari. Misalnya, pengurangan biaya listrik. Ini dirasa dapat cukup membantu di tengah kondisi sekarang.

Sebelumnya, Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan (BKF Kemenkeu) Febrio Kacaribu menyebutkan, pemerintah berencana memperluas stimulus konsumsi melalui sektor pariwisata, restoran, transportasi dan sebagainya. Stimulus ini terutama menjangkau kelas menengah yang diprediksi dapat diberi pada kuartal ketiga dan keempat

Rencana tersebut seiring dengan desain pemulihan ekonomi nasional yang memperkirakan sudah adanya pelonggaran kebijakan phyical distancing pada kurun waktu tersebut. Febrio mengatakan, pemberian stimulus diharapkan mampu mendorong konsumsi masyarakat, terutama kelas menengah.

"Ini terutama akan sangat perlu kalau memang kuartal ketiga sudah mulai ada pergerakan aktivitas ekonomi, apalagi kuartal keempat," tuturnya dalam teleconference dengan jurnalis, Rabu (13/5).

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement