Kamis 14 May 2020 11:44 WIB

Penyesuaian Iuran Bantu Atasi Defisit BPJS Kesehatan

Pemerintah menganggarkan Rp 3,1 triliun untuk bantuan iuran PBPU dan BP kelas tiga.

Rep: Adinda Pryanka / Red: Fuji Pratiwi
Pelayanan di kantor BPJS Kesehatan Cabang Lhokseumawe, Aceh. Penyesuaian iuran disebut dapat membantu mengatasi defisit keuangan BPJS Kesehatan.
Foto: BPJS Kesehatan
Pelayanan di kantor BPJS Kesehatan Cabang Lhokseumawe, Aceh. Penyesuaian iuran disebut dapat membantu mengatasi defisit keuangan BPJS Kesehatan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penyesuaian iuran disebut dapat membantu mengatasi defisit keuangan BPJS Kesehatan. Terlebih, outstanding klaim BPJS Kesehatan tercatat sebesar Rp 6,21 triliun dengan utang klaim belum jatuh tempo senilai Rp 1,03 triliun.

Melalui putusannya, Mahkamah Agung (MA) telah membatalkan kenaikan iuran jaminan kesehatan bagi Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Peserta Bukan Pekerja (BP). Putusan MA tersebut mempercepat terjadinya defisit Jaminan Kesehatan Nasional yang semula diperkirakan mulai tahun 2024, menjadi 2022.

Baca Juga

Staf Ahli Menkeu Bidang Pengeluaran Negara Kemenkeu Kunta Wibawa Dasa menjelaskan, salah satu upaya yang dilakukan untuk mengatasi defisit keuangan BPJS Kesehatan adalah menyesuaikan iuran melalui penerbitan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua Perpres 82/2018 tentang Jaminan Kesehatan.

Dalam regulasi tersebut, pemerintah membagi tiga segmentasi peserta untuk kebijakan iuran. Pertama, Penerima Bantuan Iuran (PBI) yang seluruhnya akan dibayarkan pemerintah dengan besaran Rp 42 ribu. "Untuk menjamin keberlangsungan, pemerintah daerah dapat berkontribusi dengan membayar iuran," ujar Kunta dalam konferensi pers secara virtual, Kamis (14/5).

Nantinya, Kunta menambahkan, PBI hanya akan didata dari satu sumber yakni Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) yang mencakup 40 persen penduduk Indonesia terbawah.

Segmen kedua, Peserta Penerima Upah (PPU) Pemerintah/Badan Usaha. Sesuai Perpres 64/2020, porsi pembayaran iuran untuk pemberi kerja adalah empat persen, sementara pekerja satu persen. Batasan paling tinggi adalah gaji dan tunjangan (Take Home Pay) Rp 12 juta dengan batas bawah sesuai UMR Kabupaten/Kota.

Terakhir, Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja (PB) yang terbagi menjadi dua, yakni mandiri dan pendaftaran oleh pemerintah daerah. "Pendaftaran pemda masuk cluster ini, tapi khusus untuk kelas tiga," ucap Kunta.

Untuk peserta mandiri kelas satu, besaran iurannya adalah Rp 150 ribu, sementara kelas dua mencapai Rp 100 ribu. Keduanya lebih rendah Rp 10 ribu dibandingkan iuran dalam Perpres 75/2019, regulasi yang semula ditujukan untuk mengubah Perpres 82/2018.

Sementara itu, bagi peserta kelas tiga, iuran yang dibayar adalah Rp 42 ribu. Tapi, Kunta menyebutkan, pemerintah akan menanggung Rp 16.500 pada tahun ini dan Rp 7 ribu pada tahun depan sebagai bantuan iuran. Tapi, Kunta menekankan, bantuan hanya akan diberikan ke peserta aktif.

Direktur Jenderal Anggaran Kemenkeu Askolani mengatakan, pemerintah telah menganggarkan Rp 3,1 triliun untuk memenuhi bantuan iuran PBPU dan BP kelas tiga. Tapi, anggaran tersebut hanya berlaku untuk bantuan tahun ini. "Anggarannya sudah kami masukkan dalam Perpres 54/2020 (re: regulasi tentang perubahan postur APBN 2020)," kata Askolani.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement