REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris mengatakan, Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020 akan membuat pembiayaan program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) tidak defisit pada tahun 2020. Salah satu yang dibahas dalam aturan itu terkait iuran.
"Proyeksinya kalau nanti Perpres 64 ini berjalan, kita hampir tidak defisit. Kurang lebih bisa diseimbangkan antara cash in dan cash out," kata Fachmi dalam konferensi pers mengenai penjelasan Perpres Nomor 64 Tahun 2020 melalui sambungan video di Jakarta, Kamis (14/5).
Presiden Joko Widodo telah menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. Dalam perpres itu disebutkan iuran peserta mandiri atau segmen pekerja bukan penerima upah (PBPU) dan bukan pekerja kelas III sebesar Rp 42 ribu mulai berlaku Juli 2020.
Namun, di dalam ketentuan Pasal 34 ayat 1 Perpres Nomor 64 Tahun 2020 disebutkan peserta hanya cukup membayarkan iuran sebesar Rp 25.500. Pasalnya, sisanya yang sebesar Rp 16.500 disubsidi oleh pemerintah pusat.
Sementara itu, untuk tahun 2021, iuran peserta mandiri kelas III menjadi Rp 35 ribu dan selisih sisanya sebesar Rp 7.000 dibayarkan oleh pemerintah. Bagi peserta PBPU dan BP kelas II ditetapkan iuran sebesar Rp 100 ribu dan kelas I sebesar Rp 150 ribu yang mulai berlaku pada Juli 2020.
Fachmi menerangkan, BPJS Kesehatan menanggung tunggakan klaim ke rumah sakit untuk tahun anggaran 2019 yang dibebankan pada tahun 2020 sebesar Rp 15,5 triliun. Fachmi menjelaskan, kewajiban pembayaran klaim tersebut perlahan-lahan telah dilunasi oleh BPJS Kesehatan kepada rumah sakit hingga tinggal menyisakan utang yang jatuh tempo sebesar Rp 4,8 triliun.
Dengan adanya subsidi pemerintah kepada peserta mandiri kelas III yang dibayarkan di muka kepada BPJS Kesehatan sebesar Rp 3,1 triliun, utang jatuh tempo tersebut bisa segera diselesaikan. Dirut BPJS Kesehatan menerangkan apabila pemerintah tidak menerbitkan Perpres Nomor 64 Tahun 2020 yang memperbaiki struktur iuran peserta, dikhawatirkan bisa terjadi defisit keuangan pada BPJS Kesehatan yang akan berdampak pada keberlanjutan program JKN-KIS.
"Kalau tidak diperbaiki sturuktur iuran sebagaimana keputusan seperti sekarang, itu akan terjadi potensi defisit, dan tentu kita tidak ingin program ini tidak berkelanjutan," kata Fachmi.