Kamis 14 May 2020 15:58 WIB

Politikus PKS Minta Perpres Iuran BPJS Kesehatan Dicabut

PKS menilai pemmerintah tak menunjukkan sikap taat hukum.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Agus raharjo
Ansory Siregar
Foto: Ist
Ansory Siregar

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Ansory Siregar, menilai kenaikan iuran BPJS Kesehatan merupakan langkah yang buruk di tengah pandemi virus Covid-19. Ia mendesak pemerintah mencabut Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 64 tahun 2020 tentang Perubahan Kedua Atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.

“Pemerintah tidak peka dan terbukti tuna empati dengan situasi masyarakat yang sedang dilanda pandemi Covid-19," ujar Ansory kepada wartawan, Kamis (14/5).

Baca Juga

Menurut Wakil Ketua Komisi IX DPR ini, pemerintah juga tak menunjukkan sikap taat hukum. Sebab, berdasarkan keputusan Mahkamah Agung (MA) sudah sah dan mengikat agar iuran BPJS Kesehatan tak dinaikkan.

“Untuk itu saya mengusulkan untuk mencabut Perpres Nomor 64 Tahun 2020 tentang kenaikan iuran BPJS Kesehatan,” ujar Ansory.

Diketahui, pemerintah kembali menaikkan iuran BPJS Kesehatan per 1 Juli 2020. Kenaikan iuran berlaku untuk kelas I dan kelas II terlebih dahulu. Sementara itu, iuran kelas III baru akan naik pada tahun 2021.

Ketentuan itu tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Perpres 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. Dikutip dari dokumen perpres yang diunggah di situs resmi Sekretariat Negara, pasal 34 beleid tersebut menyebutkan perincian iuran yang akan berlaku.

Dalam aturan tersebut disebutkan bahwa besaran iuran untuk peserta pekerja bukan penerima upah (PBPU) dan bukan pekerja (BP) kelas I sebesar Rp 150 ribu per orang per bulan dibayar oleh peserta atau pihak lain atas nama peserta. Iuran kelas II sebesar Rp 100 ribu per orang per bulan dibayar oleh peserta PBPU dan peserta PB atau pihak lain atas nama peserta.

Sementara itu, iuran kelas III baru naik pada 2021 mendatang. Untuk 2020, iuran kelas III ditetapkan Rp 25.500 per orang per bulan dibayar peserta PBPU dan PB atau pihak lain atas nama peserta. Baru pada 2021, tarifnya naik menjadi Rp 35 ribu per orang per bulan.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَلَقَدْ اَرْسَلْنَا رُسُلًا مِّنْ قَبْلِكَ مِنْهُمْ مَّنْ قَصَصْنَا عَلَيْكَ وَمِنْهُمْ مَّنْ لَّمْ نَقْصُصْ عَلَيْكَ ۗوَمَا كَانَ لِرَسُوْلٍ اَنْ يَّأْتِيَ بِاٰيَةٍ اِلَّا بِاِذْنِ اللّٰهِ ۚفَاِذَا جَاۤءَ اَمْرُ اللّٰهِ قُضِيَ بِالْحَقِّ وَخَسِرَ هُنَالِكَ الْمُبْطِلُوْنَ ࣖ
Dan sungguh, Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum engkau (Muhammad), di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antaranya ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Tidak ada seorang rasul membawa suatu mukjizat, kecuali seizin Allah. Maka apabila telah datang perintah Allah, (untuk semua perkara) diputuskan dengan adil. Dan ketika itu rugilah orang-orang yang berpegang kepada yang batil.

(QS. Gafir ayat 78)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement