REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rektor Institut Pertanian Bogor (IPB), Prof Arif Satria menyampaikan pentingnya mengubah mental dan maindset di kalangan pelajar. Pasalnya, para pelajar terutama mahasiswa harus memiliki pola pikir pembelajar. Karena pembelajar yang tangguh dan pembelajar yang lincah bisa adaftif terhadap perubahan. Selain itu, mengubah motode belajar dari konvensional ke metode merdeka belajar di mana mahasiswa diberikan kesempatan untuk meramu paket belajar yang cocok untuk masa depannya.
Hal tersebut disampaikan Arif saat menjadi pembicara dalam diskusi Webinar Nasional Pendidikan dengan tema “Wajah Baru Pendidikan di Era IR 4.0” yang diselenggarakan Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) pada Senin (11/5).
"Sebelumnya perguruan tinggi seolah lebih tahu menentukan masa depan mahasiswa," katanya.
Sekarang, setelah merdeka belajar ini, mahasiswa diberikan kesempatan untuk meramu kira-kira paket (mata kuliah) apa yang cocok untuk masa depannya. Karena itulah orang-orang yang harus kita siapkan adalah orang-orang yang bermental pembelajar, pembelajar yang tangguh dan pembelajar yang lincah.
"Yang bisa adaftif terhadap perubahan. Karena sekali lagi kalau kita tidak merespon perubahan selamanya kita akan dikendalikan perubahan itu sendiri," katanya.
Oleh karena itu, kita harus jadikan pendidikan Indonesia untuk mencetak orang-orang menjadi trendsetter perubahan.
Sementara itu dalam forum pertama Rektor Universitas Cenderawasih (UNCEN), Dr Apolo menekankan, pentingnya penanaman nilai dan pendidikan karakter bagi genarasi muda, karena para genarasi muda nantinya akan membuat bangunan di berbagai sektor dan juga akan menjadi pemimpin masa depan bangsa.
“Mereka (generasi muda) akan menjadi pelaku pelaku pembangunan di berbagai sektor pada saat itu, oleh karena itu negara-negara di dunia sedang melaksanakan manajemen talent," katanya.
Apolo menerangkan, manajemen talent adalah pembimbingan, pendampingan dan pengkaderan yang dilakukan pada generasi muda untuk dipersiapkan menjadi pemimpin di masa yang akan datang. Seseorang yang dipilih menjadi pemimpin itu bukan karena dia mengetahui segala sesuatu, bukan karena dia menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, bukan juga karena dia terampil punya kompetensi yang tinggi.
"Seseorang dipilih menjadi pemimpin itu karena memiliki nilai-nilai universal, nilai-nilai kemanusiaan, dia selalu berlaku jujur dan adil menghargai orang lain, menghormati orang lain dan mempunyai nilai karakter yang baik," katanya.
Menurut dia, semua orang boleh saja terus mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Karena menguasai ilmu itu menjadi sebuah keharus jika ingin tetap bertahan sesuai dengan perkembangan zaman.
"Akan tetapi semua itu harus dilakukan sekali lagi tanpa meninggalkan pendidikan karakter sebagaimana digariskan dalam konstitusi kita," katanya.