Kamis 14 May 2020 21:39 WIB

KPK Terbitkan SE Pengedalian Gratifikasi Saat Hari Raya

KPK menerbitkan SE pengendalian gratifikasi saat Hari Raya Idul Fitri.

KPK
Foto: Republika/Dian Fath Risalah
KPK

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menerbitkan Surat Edaran (SE) Nomor 14 Tahun 2020 tanggal 13 Mei 2020 tentang Pengendalian Gratifikasi Terkait Momen Hari Raya. Selain melarang penerimaan gratifikasi, surat edaran itu juga mengingatkan seluruh fasilitas dinas dilarang digunakan untuk kepentingan pribadi.

"SE tersebut diterbitkan sebagai imbauan dalam rangka mengendalikan gratifikasi pada saat momen hari raya keagamaan dan perayaan hari besar lainnya tahun 2020," kata Plt Juru Bicara KPK Bidang Pencegahan Ipi Maryati Kuding melalui keterangannya di Jakarta, Kamis (14/5).

Baca Juga

Dalam SE tersebut, KPK mengimbau perayaan hari raya keagamaan dan perayaan hari besar lainnya tidak dilaksanakan secara berlebihan sehingga menimbulkan peningkatan kebutuhan dan pengeluaran yang tidak diperlukan. Ipi menegaskan permintaan dana/atau hadiah sebagai tunjangan hari raya (THR) atau dengan sebutan lain oleh pegawai negeri atau penyelenggara negara merupakan perbuatan yang dilarang dan dapat berimplikasi pada tindak pidana korupsi.

"Karena tindakan tersebut dapat menimbulkan konflik kepentingan, bertentangan dengan peraturan atau kode etik serta memiliki risiko sanksi pidana," ujarnya.

Melalui SE tersebut, kata dia, KPK merekomendasikan tiga hal, yaitu pertama, kepada pimpinan kementerian/lembaga/organisasi/pemerintah daerah dan BUMN/BUMD agar melarang penggunaan fasilitas dinas untuk kepentingan pribadi. "Fasilitas dinas seharusnya hanya digunakan untuk kepentingan terkait kedinasan," ucap Ipi.

Kedua, kepada pimpinan kementerian/lembaga/organisasi/pemerintah daerah dan BUMN/BUMD agar memberikan imbauan kepada pegawai di lingkungan kerjanya untuk menolak gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya. "Serta menerbitkan SE terbuka yang ditujukan kepada para pemangku kepentingan agar tidak memberikan gratifikasi dalam bentuk apapun kepada para pegawai negeri/penyelenggara negara di lingkungannya," tuturnya.

Ketiga, kepada pimpinan asosiasi/perusahaan/korporasi agar melakukan langkah-langkah pencegahan dan mematuhi ketentuan hukum dengan menginstruksikan kepada semua jajarannya untuk tidak memberikan gratifikasi, uang pelicin, atau suap dalam bentuk apapun. "Kepada pegawai negeri/penyelenggara negara yang berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya," ucap Ipi.

Ia mengatakan jika terpaksa menerima gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya maka wajib melaporkan kepada KPK dalam jangka waktu 30 hari kerja sejak tanggal penerimaan gratifikasi agar gugur ancaman pidananya. "Sebaliknya, jika tidak melaporkan kepada KPK dan terbukti menerima maka sanksi pemidanaan sebagaimana Pasal 12 B UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dapat diterapkan," ungkap Ipi.

Terkait penerimaan gratifikasi berupa bingkisan makanan yang mudah rusak atau kadaluarsa, KPK juga mengimbau agar disalurkan sebagai bantuan sosial kepada pihak-pihak yang membutuhkan. "Namun, penerimaan tersebut tetap harus dilaporkan kepada KPK baik secara langsung maupun melalui UPG (Unit Pengendalian Gratifkasi) di instansi masing-masing dengan melampirkan dokumentasi penyerahannya," ujar Ipi.

Menurutnya, pelaporan gratifikasi saat ini semakin dipermudah melalui aplikasi Gratifikasi Online (GOL). "Aplikasi tersebut dapat diunduh di Play Store atau App Store. Pelaporan secara daring lainnya juga dapat dilakukan melalui tautan https://gol.kpk.go.id atau mengirim surat elektronik ke alamat [email protected]," kata Ipi.

Untuk diketahui, Pasal 12 B mengatur mengenai setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, dengan ancaman pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.

 

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement