Jumat 15 May 2020 13:11 WIB

Perjuangan Vietnam Sembuhkan Pasien Kritis Covid-19

Vietnam belum mencatatkan satupun pasien meninggal akibat Covid-19.

Warga berfoto di Jembatan The Huc, di Hanoi, Vietnam, Jumat (15/5). Kehidupan mulai kembali normal di Vietnam. Sejumlah tempat wisata dibuka kembali pascaperjuangan melawan pandemi corona.
Foto: EPA
Warga berfoto di Jembatan The Huc, di Hanoi, Vietnam, Jumat (15/5). Kehidupan mulai kembali normal di Vietnam. Sejumlah tempat wisata dibuka kembali pascaperjuangan melawan pandemi corona.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Idealisa Masyrafina, Antara

Kehidupan boleh dibilang mulai kembali normal di Vietnam. Sejumlah bisnis yang masuk dalam kategori non-esensial sudah boleh beroperasi lagi. Murid-murid mulai kembali ke sekolah. Jalanan di Vietnam pun mulai padat lagi.

Baca Juga

Hingga kemarin (14/5), Vietnam telah memasuki hari ke-28 tanpa kasus positif Covid-19 yang baru. Selama berpekan-pekan, angka positif Covid-19 di Vietnam bertahan di 288 kasus. Sebanyak 36 di antaranya masih dalam perawatan dan sisanya sudah sembuh. Dari kasus aktif, enam orang sudah dites dengan hasil negatif sekali dan 11 orang sudah dites negatif dua kali.

Meski virus corona sepertinya sudah mulai pergi masih ada 14 ribu orang di Vietnam yang menjalani karantina. Mereka ada sosok yang baru kembali dari luar negeri atau memiliki riwayat kontak dengan pasien Covid-19 yang positif.

Sampai saat ini riwayat nol kasus kematian di Vietnam masih bisa dipertahankan. Vietnam namun sedang berjuang habis-habisan untuk menyelamatkan nyawa pasien Covid-19 yang paling kritis. Ia adalah seorang pilot berkebangsaan Inggris yang bekerja untuk Vietnam Airlines, maskapai nasional.

Banyak biaya dan upaya telah dikeluarkan untuk mencoba menyelamatkan nyawa pria berusia 43 tahun tersebut. Ia diidentifikasi hanya sebagai "Pasien 91", yang terinfeksi virus corona di sebuah bar di pusat bisnis selatan Kota Ho Chi Minh pada pertengahan Maret.

Lebih dari 4 ribu orang yang terhubung ke klaster diuji. Sebanyak 18 dari mereka ditemukan terinfeksi virus corona. Sementara sebagian besar telah pulih, pilot Inggris ini harus menggunakan alat pendukung kehidupan dan kondisinya telah memburuk secara signifikan.

Pada hari Selasa (12/5), kementerian kesehatan mengadakan pertemuan dengan para ahli dari rumah sakit terkemuka. Mereka memutuskan bahwa satu-satunya cara untuk menyelamatkan hidup pria itu adalah transplantasi paru-paru. Kasus sang pilot menarik simpati publik.

Pada hari Kamis (14/5), media pemerintah mengatakan 10 orang, termasuk seorang veteran militer berusia 70 tahun, telah menjadi sukarelawan sebagai donor paru-paru. Semua calon donor tetapi ditolak oleh dokter negara.

"Kami tersentuh oleh niat baik mereka, tetapi peraturan saat ini tidak memungkinkan kami untuk transplantasi paru-paru yang disumbangkan oleh sebagian besar orang yang masih hidup," kata perwakilan dari Pusat Koordinasi Nasional untuk Transplantasi Organ Manusia (VNHOT) Tuoi Tre.

Menurut Tuoi Tre, pasien hanya memiliki 10 persen dari kapasitas paru-parunya yang tersisa dan telah menggunakan alat pendukung kehidupan selama lebih dari 30 hari.

Dikutip dari Vietnam Times, pasien ini diketahui memiliki berat badan 100 kg dengan tinggi 1,83 meter. Dokter mendiagnosanya dengan kelebihan indeks massa tubuh atau obesitas.

Ia memiliki kondisi penggumpalan darah dan cytokine storm syndrome. Sindrom yang dideritanya mengakibatkan tubuhnya mengeluarkan sistem imunitas berupakan cytokin ke dalam darah yang justru bekerja melawan tubuh.

Wakil menteri kesehatan Nguyen Truong Son mengatakan kepada media bulan lalu bahwa Vietnam telah mengimpor obat spesialis dari luar negeri untuk mengobati pembekuan darah pada pasien, tetapi tidak berhasil. Vietnam telah menghabiskan lebih dari 5 miliar dong atau sekitar Rp 3 miliar untuk menyelamatkannya, lapor Kantor Berita Vietnam (VNA).

Juru bicara kementerian luar negeri Le Thi Thu Hang mengatakan masalah kesehatan yang mendasari pilot tersebut telah memperburuk kondisinya. Tetapi ahli dan dokter terbaik Vietnam akan mencoba menyelamatkannya. "Kami sangat berharap pasien Inggris ini akan segera pulih," kata Hang.

Pada bulan Maret, media pemerintah China mengatakan telah berhasil melakukan transplantasi paru-paru ganda pada pasien Covid 19. Ini adalah prosedur yang disebutnya sebagai metode signifikan untuk mengobati korban penyakit yang paling parah, dikutip dari Reuters.

Meski upaya melakukan donor paru dari pasien ditolak, pemerintah sudah mengidentifikasi potensi donor dari seseorang yang mengalami kondisi mati otak. Belum ada kepastian apakah transplantasi bisa dilakukan sebab pasien mati orak memiliki masalah infeksi di parunya.

Sejauh ini keluarga terdekat pasien pilot Inggris sudah berhasil dikontak. Sang pilot belum menikah dan seorang yatim piatu.

Sistem Keras

Vietnam memang banyak dipuji sebagai negara yang berhasil mengendalikan laju pandemi corona. Vietnam menganut strategi drakonian atau kejam dalam membendung pandemi yang disebut harian Inggris, The Guardian, berpijak kepada empat pondasi. Yaitu kesegeraan waktu, kontrol infeksi yang agresif, mobilisasi penduduk, dan buka-bukaan soal penyakit ini sejak awal.

Vietnam yang seperti Korea Selatan belajar dari pengalaman wabah SARS, tak mau disusul waktu. Pada 28 Januari ketika hanya ada satu kasus terkonfirmasi di sini, pemerintah buka-bukaan kepada rakyatnya. Masyarakat diingatkan ribuan orang berpotensi terpapar virus ini.

Transparansi ini demi membuat rakyatnya maklum jikalau negara menempuh langkah-langkah drastis di kemudian waktu. Dan langkah yang ditempuh Vietnam lebih dari sekadar drastis bahkan melampaui apa yang tidak direkomendasikan WHO. Misalnya menutup seluruh penerbangan ke dan dari negeri ini yang waktu itu belum direkomendasikan WHO.

Vietnam mewajibkan penduduknya mengenakan masker sejak awal Januari ketika WHO baru mengeluarkan rekomendasi wajib masker akhir Januari. Vietnam menyadari infrastruktur kesehatannya tak sehebat negara lain sehingga bisa kewalahan seperti Ekuador jika tidak siap.

Vietnam fokus kepada strategi keras dengan tes Covid-19 massal dan penelusuran kontak yang agresif.

Negara ini sudah melakukan hal seperti ini 17 tahun silam saat diserang wabah SARS. Bedanya kini, strategi ini dilancarkan besar-besaran.

Strategi tes dan penelusuran kontak negeri ini didasarkan kepada empat prinsip yang langsung diumumkan menteri kesehatannya. Hampir sama seperti diterapkan Indonesia kemudian yang mengkategorikan pasien ke dalam Orang Dalam Pemantauan (ODP), Pasian Dalam Pengawasan (PDP), dan positif.

Bedanya Vietnam mengadopsi tindakan superkeras, semisal langsung mengkarantina lingkungan, desa atau bahkan kota begitu diketahui ada pasien Covid-19 serius di situ. Setiap pasien baru terduga Covid-19 langsung diharuskan menjalani serangkaian tes. Sehingga Vietnam sudah mengetes hampir 800 orang untuk setiap kasus baru terkonfirmasi. Menurut Reuters, angka ini adalah paling tinggi di dunia dalam kategori ini.

Vietnam juga menciptakan sendiri alat tes standar WHO yang bahkan kemudian diekspor ke Eropa dan Amerika Serikat. Tes penelusuran kontaknya luar biasa agresif sehingga mungkin bisa membuat marah para pembela HAM dan privasi. Bagaimana tidak, negara ini reguler membeberkan riwayat perjalanan pasien baru entah itu di medsos maupun di surat kabar, agar orang waspada tanpa harus mengucilkan si pasien dan kerabatnya.

Tak cukup dengan itu, setiap orang yang baru masuk Vietnam diwajibkan menguraikan riwayat perjalanannya dan kemudian mendapatkan semacam pernyataan sehat. Jika bohong, penjara adalah ganjarannya.

photo
Asupan protein untuk penderita Covid-19 - (Republika)

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement