REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Untuk mengantisipasi ancaman krisis pangan usai pandemi corona di berbagai negara di dunia, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) menyiapkan 1,8 juta hektare lahan transmigrasi. Lahan pertanian tersebut disiapkan untuk membantu ketahanan pangan pasca pandemi Covid-19.
"Lahan yang bisa digunakan untuk intensifikasi ada 1,8 juta hektare lahan pertanian di 3,2 juta hektare kawasan transmigrasi. Lokasinya menyebar di beberapa daerah," ujar Menteri Desa PDTT, Abdul Halim Iskandar dikutip dari laman setkab, Jumat (15/5).
Abdul Halim menjelaskan, dari 1,8 juta hektare lahan pertanian tersebut, sebanyak 500 ribu hektare di antaranya telah melakukan aktivitas produksi. Menurutnya, intensifikasi dilakukan untuk menggenjot percepatan dan peningkatan produksi padi di lahan tersebut. Intensifikasi pada 500 ribu hektare lahan transmigrasi ini diperkirakan dapat memenuhi kebutuhan pangan sebanyak 16 juta orang per tahun.
"Misalnya yang sudah ada ini, hasil panennya rata-rata sekitar 3 hingga 4 ton per hektare dalam satu kali tanam. Dalam program intensifikasi ini, sebisa mungkin hasil panen akan digenjot minimal 5 hingga 6 ton per hektar dalam satu kali tanam," katanya.
500 ribu hektare lahan pertanian itu telah memenuhi prasyarat untuk dilakukan intensifikasi, yakni tersedianya tenaga kerja, bibit unggul, pupuk, mekanisasi dan irigasi, rice milling, off taker, dan perbankan.
Sedangkan sisanya, yakni 1,3 Juta hektare lahan akan dilakukan intensifikasi jangka panjang dengan terlebih dulu menyiapkan prasyarat yang belum tersedia seperti mekanisasi dan irigasi, rice milling dan off taker. Penyediaan prasyarat intensifikasi tersebut, lanjutnya, akan melibatkan kementerian/lembaga terkait.
"Kita uji coba di 500 ribu hektare ini dulu menjelang awal tahun 2021. Maka setelah itu kita bergerak di 1,3 juta hektare lahan selebihnya. Ini sifatnya untuk jangka menengah dan jangka panjang," kata Abdul Halim.
Abdul Halim mengatakan, peningkatan produktivitas pertanian sangat penting dilakukan untuk mengantisipasi kemungkinan terancamnya ketahanan pangan pasca pandemi Covid-19. Ancaman terjadinya penurunan ketersediaan kebutuhan pangan tersebut tidak hanya dialami Indonesia saja namun juga negara-negara lainnya.
"Karena Covid-19, impor menjadi sulit karena setiap negara pasti akan memikirkan kebutuhannya sendiri. Kita harus berani untuk berdiri sendiri, makanya UKM digenjot, pertanian digenjot, karena setiap negara akan mempertahankan wilayahnya masing-masing," ujarnya.