REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Di masa pandemi virus corona jenis baru (Covid-19) seperti saat ini, masyarakat cenderung beralih memilih menunaikan zakatnya secara digital. Misalnya, pertumbuhan zakat digital di platform GoPay dari Gojek Indonesia dilaporkan meningkat.
Managing Director GoPay Budi Gandasoebrata mengatakan, terjadi pertumbuhan yang cukup siginifikan dalam zakat digital yang menggunakan platform GoPay. Berdasarkan catatannya, kenaikan zakat terjadi pada Maret-April 2020 sebanyak dua kali lipat jika dibandingan dengan periode Januari-Februari 2020.
“Dibandingkan awal tahun, terjadi peningkatan pembayaran zakat dengan menggunakan GoPay,” kata Budi dalam Dialog tentang 'Zakat Digital: Solusi Alternatif Bantu Indonesia di Masa Pandemi' melalui Zoom Meeting, Jumat (15/5).
Dia menjelaskan, semenjak pandemi Covid-19 berlangsung memang terjadi perubahan pola konsumsi masyarakat yang cenderung beralih ke sektor digital. Termasuk salah satunya adalah peralihan mengakses sektor digital dalam hal membayarkan zakat, infak, dan sedekah (ZIS).
Dia pun percaya prospek mendigitalisasi zakat di masa depan akan semakin bertumbuh asal dilakukan dengan kerja sama yang baik dengan berbagai elemen. Hal itu, kata dia, sebagaimana yang telah dilakukan oleh GoPay dengan menggandeng sejumlah lembaga amil zakat (LAZ) profesional yang telah lebih dulu eksis.
Ketua Lembaga Amil Zakat Nasional Muhammadiyah (LazisMU) Hilman Latief menjelaskan, zakat memang menjadi elemen penting yang dapat menanggulangi dampak dari kondisi Covid-19 ini. Pandemi yang menjadikan sejumlah kantong-kantong penghimpun zakat seperti rumah ibadah misalnya, kata dia, nyaris tertutup fungsinya untuk menghimpun zakat.
Untuk itu dia menyampaikan, peluang zakat digital di tengah pandemi menjadi hal yang sangat prospektif. Dia menyebut, mengacu pada data tahunan yang dihimpun LazisMU, perolehan zakat secara nasional selalu meningkat presentasenya dari tahun ke tahun. Jumlah peningkatannya variatif sekitar 10 persen-20 persen per tahun.
Adapun total perolehan penghimpunan zakat 2019 secara nasional menyentuh sekitar Rp 10 triliun. Jumlah yang besar itu, kata dia masih jauh dari potensi zakat yang ada di Indonesia yakni sekitar Rp 300 triliun. Untuk itu, peran zakat digital di masa pandemi secara khusus dan masa teknologi 4.0 pun menjadi hal yang perlu diperhitungkan secara matang.
"Jadi memang, peralihan dari yang konvensional ke digital ini harus kita matangkan. Untuk itu untuk mengajak masyarakat bisa berzakat digital, kita perlu perbanyak kolaborasi dengan sejumlah elemen,” kata dia.
Khusus di masa pandemi Covid-19 ini. Menurutnya, penghimpunan zakat secara digital harus disemarakkan mengingat dampak Covid-19 menyasar ke semua kalangan kelas masyarakat, termasuk kepada kaum muzakki.
Dia menjelaskan, berdasarkan data yang dimiliki LazisMU mayoritas muzakki yang ada di Indonesia berasal dari kalangan kelas menengah. Kalangan ini pun tak luput terkena dampak pandemi. Sementara, dari dampak pandemi tersebut jumlah mustahik (penerima manfaat) semakin bertambah.
“Ini tantangan sekaligus juga peluang yang perlu kita lakukan secara bersama-sama. Di LazisMU, kami melakukan kampanye dan sosialiasi secara rutin untuk menggaet muzakki baru,” ujarnya.
Dia menjelaskan, kampanye tersebut dibutuhkan untuk mengetuk sanubari masyarakat dan umat bahwa besarnya peran zakat terhadap kelangsungan dan kemaslahatan kemanusiaan. Apalagi di masa pandemi Covid-19, kata dia, peran zakat terhadap perbaikan ekonomi, kesehatan, dan sosial umat pun begitu terasa.
Ketua Umum Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah Haedar Nashir menjelaskan, peranan zakat digital perlu didorong untuk memasifkan penghimpunan donasi. Berzakat secara digital sangat dibolehkan dan bermanfaat bagi kemaslahatan.
“Mumpung kita sama-sama punya kesempatan, tidak masalah berzakat secara digital. Apalagi digital ini jangkauannya bisa sangat luas,” ujarnya.