REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Perhimpunan Kebun Binatang Seluruh Indonesia (PKBSI), Rahmat Shah mengajak masyarakat luas ikut peduli terhadap satwa di lembaga konservasi. Masyarakat bisa membantu dengan menyumbang dalam program donasi Food for Animal.
Menurut Rahmat, seluruh donasi akan disalurkan kepada lembaga konservasi (LK) yang benar-benar membutuhkan pembiayaan pakan satwa dan obat-obatan selama masa pandemi Covid-19. “Tentu kami akan mempertanggungjawabkan seluruh donasi masyarakat secara transparan. Termasuk menyeleksi LK yang sangat membutuhkan bantuan. Baik selama masa pandemi maupun masa recovery pascapandemi ini,” ujar Rahmat, Jumat (15/5).
Satwa di lembaga konservasi akan tetap dipelihara meskipun telah ditutup untuk menghindari penyebaran virus Covid-19. Pemberian pakan dan pemeriksaan kesehatan tetap dilakukan untuk menjamin kesejahteraan satwa.
Namun, penutupan lembaga konservasi bagi pengunjung di beberapa daerah telah memunculkan isu satwa kelaparan akibat kehabisan pakan. "Itu sebagai dampak tidak adanya pemasukan di LK," ujar Rahmat.
Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Wiratno mengatakan, lembaga konservasi seperti Kebun Binatang, Taman Satwa, dan Taman Safari di Indonesia ada 81 unit. Jumlah koleksi satwa lebih dari 66.845 individu, baik karnivora, herbivora, burung, dan ikan.
Ia mengakui, penutupan mempengaruhi operasional dalam mencukupi kebutuhan pakan dan obat-obatan. Namun, ia meminya tidak ada LK yang mengorbankan satwa koleksinya untuk dijadikan pakan satwa lain. "Pada dasarnya satwa yang ada di LK merupakan satwa milik negara,” ujar dia.
Ia meminta pengelola LK untuk memodifikasi pakan untuk satwa, baik frekuensinya maupun jenisnya. Namun, nutrisi kebutuhan satwa jangan sampai kekurangi. "Kesejahteraan satwa di LK tetap yang utama,” kata dia.
Sementara untuk beberapa LK, kata dia, sedang dilakukan kajian kemungkinan pelepasliaran beberapa satwa. Hal itu tergantung kondisi satwa yang secara kesehatan layak untuk dilepasliarkan ke habitatnya. "Tentu saja setelah kondisi transportasi memungkinkan," kata Wiratno.