REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Transportasi Institut Teknologi Bandung (ITB) Sony Sulaksono Wibowo menyarankan pelanggar Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dikenai sanksi sosial. Dengan demikian, mereka tidak hanya menerima imbauan agar kembali ke rumah, terutama pada oknum-oknum yang mencuri celah untuk mudik.
“Pelanggar PSBB ini harus diberi sanksi sosial, misalnya wajib menggunakan jaket atau rompi yang bertuliskan ‘Pelanggar PSBB’ sambil disuruh kerja sosial selama satu sampai dua jam,” kata Sony dalam webinar yang bertajuk “Pengelolaan Transportasi dalam Pengendalian Penyebaran Covid-19” di Jakarta, Sabtu (16/5).
Menurut Sony, arus mudik ilegal sudah tidak terbendung bahkan dengan alasan tugasternyata mudik, yang menyebabkan penyebaran Covid-19 semakin luas dan banyak daerah-daerah yang menjadi zona merah. Syarat-syarat yang ditetapkan dalam Surat Edaran Nomor 4 tentang Kriteria Pembatasan Perjalanan Orang Dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19, tidak serta-merta menyaring orang-orang untuk mudik.
“Syarat-syarat ini tidak otomatis menyaring orang-orang mudik. Harus ada surat bebas COVID-19, surat tugas perjalanan, surat keterangan dari kelurahan. Itu bukan syarat yang mudah dipenuhi. Namun, apakah orang-orang sebanyak ini absah suratnya, apakah orang-orang benar mereka melakukan perjalanan mudik, kita tidak bisa mengecek untuk itu,” katanya.
Bahkan, Sony mengatakan, ada oknum-oknum yang menyediakan jasa pembuatan dokumen-dokumen palsu agar bisa diizinkan bepergian karena permintaannya ada dan cenderung banyak. Terlebih, lanjut dia, tingkat kedisiplinan sebagian besar masyarakat Indonesia masih terbilang primitif.
“Meski ada peraturan, masih banyak yang melanggar. Apabila tidak ada polisi, orang masih akan melanggar, pernah ada banyak patung-patung polisi, ini seperti burung yang harus ditakut-takuti oleh orang-orangan sawah,” katanya.
Contoh, Sony menyebutkan, beberapa hari lalu Bandara Internasional Soekarno-Hatta langsung dipenuhi calon penumpang ketika penerbangan dibuka kembali meski untuk penumpang khusus. Kemudian, masyarakat nekat mudik dengan bersembunyi di angkutan barang dan sebagainya.
Dia menilai transportasi adalah media paling efektif untuk menyebarkan virus, sehingga penindakan harus benar-benar tegas. “Kalau di negara-negara maju, seperti di Jepang, Italia dan Korea, angkutan umum bisa dikontrol dengan baik karena semua dikelola pemerintah, jadi kalau disuruh berhenti orang-orang tidak kehilangan pekerjaan,” katanya.